"Fey, ada yang ingin kamu sampaikan kepada ku?" Sang bertanya lembut.
Fey menggeleng. "Semua sudah cukup Sang, kamu tidak perlu menemuiku lagi. Kewajibanmu telah tunai, luka ini bukan salahmu, kamu hanya menjalankan tugas. Sampaikan maafku kepada mereka karena aku telah merenggut banyak waktu yang kamu punya untuk mereka." Fey beranjak lalu bergegas pergi.
Sang menatap punggung Fey sampai menghilang ditelan keramaian, Â lalu merogoh sakunya dan mengeluarkan sebentuk cincin dari dalamnya.
***
Fey menatap Sang dari balik jendela ruangan kantornya, lelaki itu tak jua pergi walau Fey telah menitipkan pesan kepada Lisa bahwa hari itu ia akan membereskan pekerjaannya sampai waktu yang tak bisa ditentukan. Â Layu sebelum berkembang, itulah yang kini ia rasakan. Â Namun itu lebih baik daripada ia harus menjadi orang ketiga. Â Sang akhirnya pergi setelah ia menerima sebuah panggilan dari ponselnya. Â Fey benafas lega.
***
Hari ini adalah hari ketujuh dimana Sang tidak lagi menemuinya, walau  rasa rindu mengetuk-ngetuk hatinya namun Fey mencoba untuk tidak menghiraukannya.  Semuanya telah usai, ia bukan siapa-siapa, bukan korban dan saksi kunci yang membutuhkan perlindungan.  Dan apa yang ia pikirkan selama ini benar, Sang tidak ingin menitipkan kisah hidupnya,  ia hanyalah bayangan yang melintas dimasa-masa suramnya.  Hilang ketika semuanya telah purna.
"Fey, aku pulang duluan ya." Lisa menepuk bahu Fey lembut, Fey mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya ke arah cangkir coklat panas  keduanya yang masih mengeluarkan asap tipis.
Tak lama berselang, Fey kembali merasa bahunya di tepuk.
"Ada yang ketinggalan, Lis?" Fey bertanya , tangannya sibuk mengaduk minuman coklat belgia itu.
"Sejak kapan namaku berubah menjadi Lisa?' Â Suara bariton itu mengoyak gendang telinga Fey merambat menjadi desir-desir halus yang kini memenuhi seluruh relung hatinya yang terdalam. Â Fey mendadak salah tingkah.