"Kamu akan baik-baik saja, maafkan aku." Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit terdekat lelaki itu melingkarkan lengannya menutupi luka Fey yang mulai membengkak dan terasa perih.
***
Dia, lelaki berbadge itu adalah Sang. Sang yang selanjutnya selalu ada untuknya, menunggunya saat sesi trauma healing, menemaninya pulang pergi ke rumah sakit, dan selalu menantinya di kursi yang sama di sebuah kedai kopi untuk mendengarkan semua kisah yang meluncur dari bibir tipis Fey.
Sang yang selalu memberinya tatapan teduh dan damai. Sang yang mulai mengembuskan desir-desir rasa yang berbeda.
***
"Fey, bukankah itu Sang?" Lisa, teman satu kantor Fey, menepuk lembut tangannya.
Fey terhenyak, jantungnya seakan mau copot demi melihat pemandangan yang sangat menohok. Sambil menekuri  sisa makan siangnya, Fey menangis dalam hati dan rasanya seakan diiris sembilu.  Ia merasa begitu bersalah kepada perempuan yang tersenyum bahagia disamping Sang dan kepada bocah tampan yang berada dalam gendongan lelaki itu. Selama ini Fey hanya mengkhawatirkan dirinya, semua hanya tentangnya, tidak tentang Sang. Fey mengusap luka di lehernya dengan tangan gemetar.
***
"Jangan pernah merasa bersalah atas apa yang telah terjadi padaku." Fey meraba bekas luka di lehernya sambil menatap air hujan yang jatuh menetes dari tepian atap kedai kopi dimana mereka ada di dalamnya.
"Apa maksud kamu?" Sang menatap Fey tajam, wangi parfumnya mengoyak-ngoyak perasaan perempuan usia akhir 20-an itu.
"Kamu memiliki kehidupan sendiri, dan aku tidak ingin menjadi batu yang membuatmu tersaruk."