"Kamu main gitar? ini gitar kamu? Papi gak pernah membelikan gitar buat kamu."
"Aku nabung, Pi." jawab Nara lemah.
Dengan kasar papinya merebut gitar yang di tenteng Nara dan membantingnyanya, merusaknya di depan teman-temannya persis seperti adegan seorang gitaris yang tengah membinasakan alat musik petik itu setelah usai perform. Â Nara terkejut melihat gitarnya terkulai lemas di lantai. Â Hatinya hancur berkeping-keping seperti halnya gitar kesayangannya. Â Tidak hanya Nara tapi semua yang ada di tempat itu terkejut atas insiden itu.
"Aku menyukai musik rock terutama grunge, musik yang membuatku merasa lepas dan bebas, musik yang bisa mewakili semua perasaan gelisahku." tatapan mata Nara menerawang jauh.
 "Kamu tahu, susahnya menjadi anak sulung, kamu harus menjadi contoh yang baik bagi adik-adik kamu dan harus memenuhi semua ekspektasi orang tua kamu." lanjutnya.
"Papi gak tahu, Â kalau aku ngeband, tapi akhirnya dia tahu pada hari itu."
"Siapa yang kasih tahu?" Rein bertanya lirih.
"Jed."
"Kok?"
"Ya, papi paksa dia buat terus terang. Jed merasa bersalah tapi aku gak pernah nyalahin dia. Â Semenjak kejadian itu, Jed jadi adik yang baik bagiku, sepertinya dia ingin membayar apa yang pernah ia lakukan padaku sebelumnya, walaupun aku tidak menginginkan itu. Â Aku menyayangi dia tanpa syarat apapun."
"Aku masih ingat semua peristiwa buruk itu, sampai saat ini hubungan aku sama papi gak pernah seperti dulu lagi, Â bila bertemu kami masih seperti dua orang asing."