Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senja Terakhir (Bagian 9)

9 Maret 2018   18:55 Diperbarui: 25 Agustus 2020   21:43 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nara melihat jam tangannya berulang kali, ada selembar kertas di tangan kanannya. Terngiang kembali perkataan Leo tadi siang di ujung telpon.

"Ra, usahin lah ya, aku tahu resital itu penting buat kamu dan keluarga kamu, tapi acara kita juga penting kan, kita ini keluarga kan? Ini saat nya kita kasih lihat kalau grunge itu gak melulu Nirvana. Aku tahu kita bakalan gak dianggap nantinya tapi setidaknya kita menyuarakan apa yang ada dalam pikiran dan jiwa kita."

Nara sangat gelisah, sebenarnya ia sama sekali tidak tertarik dengan piano klasik. Seperti kebanyakan remaja seusianya ia lebih tertarik berkumpul dengan teman-temannya dalam sebuah band rock. Tapi papi telah memaksanya untuk les musik dengan spesialisasi piano klasik, dan hari ini adalah resital yang entah keberapa kalinya.  Nara merasa piano klasik bukanlah apa yang ia inginkan.

Nara sibuk melihat jamnya lagi dan lagi, kini gilirannya maju ke stage berlatar serba hitam itu.  Sebuah grand piano bertengger angkuh di hadapannya.  Telah beberapa kali ia melakukan ini tapi masih saja ada rasa tak nyaman dalam hatinya.  Nara duduk rapi di depan hamparan tuts-tuts piano yang terasa mengancamnya. Papi, Mami, Jed, Kanaya dan Kinanti terlihat ada di barisan terdepan menontonnya.

Nara menyelesaikan Etude No. 3 nya dengan baik, membungkuk dan tergesa meninggalkan venue itu ditengah gemuruh tepuk tangan yang membahana. Dengan secepat kilat, ia pun berlari keluar.

Kini Nara telah berada di atas stage yang berbeda, tidak ada alat musik yang bertengger angkuh disana. Yang ada hanya stage sederhana dengan kerumunan yang cukup padat.  Jas hitam masih menempel erat di tubuhnya membuat banyak anak-anak lain mengerutkan kening melihat penampilannya yang sedikit diluar kebiasaan anak-anak grunge yang lebih menyukai  kemeja flanel, jeans kumal, dan T Shirt seadanya.

Why Go dan Alive meluncur manis dari bibirnya sementara jemarinya sibuk memainkan nada-nada dengan riff-riff kasar milik Pearl Jam itu.

Tidak ada sambutan hangat dari kerumunan, mereka tidak terbiasa mendengarkan lagu dari band grunge satu itu.  Tapi Nara, Leo, Widi dan Bimo tak mengubris mereka.  Mereka tetap asik memainkan komposisi musik yang mereka sukai itu dengan indah.

"Grunge itu Nirvana, man! kalian salah pilih lagu." teriak seseorang dengan lantang ketika Nara dan teman-temannya turun dari stage. Tapi empat pemuda tanggung itu sama sekali tidak memedulikannya.

Tiba-tiba ada suara kasar menggelegar, mengejutkan siapapun yang mendengarnya.

"Oh jadi gini kelakuan kamu, meninggalkan resital hanya demi musik gak jelas kayak gini?" wajah papi nya terlihat merah padam menahan amarah.  Nara bingung dari mana papinya tahu bahwa ia melarikan diri ke tempat ini.  Lalu ia pun melihat Jed yang menyembunyikan wajahnya di belakang punggung papinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun