"Gimana rasanya bisa ada di panggung besar, duduk dihadapan grand piano yang juga besar dan di tonton banyak orang sambil mainin komposisi favorit aku ini?" Rein memejamkan matanya sambil menikmati komposisi milik Frederic Chopin itu dengan khidmat.
"Jed yang cerita?" tanya Nara.
Rein mengangguk. "Jed banyak cerita tentang kakak, dia sangat mengagumi kakak." kata Rein lirih.
Nara menghembuskan nafasnya panjang."Rasanya sangat menyiksa. Terpaksa menjalani sesuatu yang gak kamu suka, sementara ada hal yang kamu sukai menanti kamu di luar sana."
"Tapi kan kakak suka musik, ada yang salah dengan grand piano dan klasikan?" Rein melepas earphonenya, begitu juga Nara.
"Ada yang salah dengan rok?"
"Maksud kakak?"
"Ya kamu, gak suka pakai rok? Itu sama saja dengan aku gak suka main klasikan. Rok sama celana kan sama-sama pakaian tapi berbeda genre, begitu juga klasikan dengan grunge, iya kan?"
Rein tersenyum dan mengangguk-angguk.
"Hari itulah awal memburuknya hubunganku dengan papi."
Nara ingat, saat itu hari terakhir di bulan Desember yang merupakan hari dimana ia harus mengikuti pentas resital piano yang di selenggarakan setiap tahun oleh tempat les musiknya. Seperti saat-saat menjelang pentas resital lainnya, Â Nara melakukan ritual memandangi dirinya di cermin ukiran jepara milik maminya. Â Setelan jas hitam yang rapi beserta seuntai dasi berwarna merah melengkapi penampilannya malam itu.