"Loh memang nya kakak gak merasa repot kalau aku pingsan di depan mata kakak?"
"Enggak."
"Kenapa?"
"Ya gak kenapa-kenapa." Jawab Nara gugup.
Tiba tiba Rein ingat perkataan Shia tadi.
"Kakak punya kehidupan sendiri. Aku gak mau jadi orang yang mengganggu hidup kakak dan membuat kakak merasa tersiksa karena aku. Â Aku gak mau orang-orang menganggapku telah memanipulasi kakak. Â Selama ini kakak telah menjagaku dengan baik, dan aku sangat berterima kasih untuk itu tapi jangan biarkan aku terlihat tidak tahu diri di mata orang-orang karena selalu merepotkan kakak."
"Kenapa kamu berpikiran picik seperti itu, kenapa kamu harus mendengarkan apa kata orang?" tanya Nara gusar.
"Bukan berpikiran picik, tapi inilah kenyataannya. Â Aku telah membuat kakak tidak memiliki kehidupan sendiri karena selalu ada untuk ku."
Nara menatap Rein seakan tak percaya dengan semua yang baru saja Rein katakan kepadanya.
"Baiklah, mungkin kamu benar, aku memang bukan teman yang baik buat kamu. Aku mungkin gak layak berteman dengan kamu atau menjaga kamu, aku pergi."
"Loh kak bukan gitu maksudnya!" Rein berteriak gusar, tapi Nara telah berjalan cepat meninggalkannya. Â Rein memukul bibirnya sendiri, mengapa ia bisa berbicara begitu kepada Nara.