"Aku gak perlu dijaga, aku bukan pos ronda!" Â Gadis yang dulu pernah dekat dengan pemuda itu muntab, dengan wajah masam ia bergegas meninggalkan Shia.
Rein melanjutkan perjalanannya sambil memegangi perutnya yang terdengar berisik ingin segera diisi. Â Dengan langkah gontai ia menyeret kakinya yang terasa pegal. Â Kantin yang ia tuju lumayan ramai, Rein menghempaskan tubuhnya di atas bangku plastik yang warnanya telah memudar. Â Tak lama berselang satu piring gado-gado hadir dihadapannya. Â Dengan sukacita, ia pun menyantap bongkahan lontong dan sayuran yang terbalut saus kacang itu. Â Dalam waktu yang sangat singkat semua yang ada di piringnya tandas. Â
Sambil menikmati teh hangatnya, ia melemparkan pandangannya ke segenap penjuru kantin. Â Tanpa sengaja tatapannya bersiborok dengan seseorang yang juga tengah menatapnya. Â Rein mendengus, menjejakkan kakinya dengan cepat dan menghampiri sosok yang kini tengah berpura-pura tak melihatnya.
"Kakak capek?" Rein mendaratkan tubuhnya di kursi kayu yang telah reyot.
"Hah?" Nara terlihat gugup, nasi goreng yang masih ia kunyah langsung ditelan sekaligus.
Rein menatap mata yang sama dengan milik mendiang Jed itu untuk beberapa detik dan langsung memalingkan tatapannya ke arah anak-anak lain yang tengah menikmati waktu istirahat mereka.
"Habis makan pasti kekuatan kakak balik lagi. Â Soalnya setelah ini aku mau ke asrama buat pinjem buku ke Taka, terus ke kantor pos, pulang ke kosan terus ke tempat Umam buat ngebersihin virus laptop."
 "Maksud kamu apa?" Nara tersipu, ia salah tingkah.
 "Ngapain kakak ngebuntutin aku?" Rein meneguk teh tawar beraroma melati dari gelas Nara.
"Aku gak ngebuntutin kamu." Jawab Nara kalem.
"Aku lihat kakak di kantin Jurusanku, Â himpunan, Â koperasi, perpustakaan dan terakhir di sini."