Hari itu adalah hari terburuk baginya, adik lelaki yang ia sayangi dan ingin selalu ia jaga telah pergi untuk selamanya. Â Dunianya mendadak menjadi sangat sepi, tak akan ada lagi cekcok mulut dengannya, tak akan ada lagi tawa renyahnya dan tak akan ada lagi semua rasa kesal yang sering timbul karena adik lelakinya itu. Semuanya akan hilang meninggalkannya dalam kesendirian.
***
Rein meletakkan tas gendong export-nya dengan asal diatas ranjangnya yang rapi. Ia mengingat lagi perkataan Nara tadi, Â Jed telah pergi untuk selamanya. Â Ia tidak akan bertemu dengannya lagi, begitu banyak hal menyenangkan yang akan segera hilang secara tiba-tiba. Â Rein tertunduk, air matanya menetes satu persatu makin lama makin deras.Â
Ia merasakan sakit dalam hatinya bagai ditikam pisau berkarat yang mengoyaknya tanpa ampun. Â Akhirnya ia hanya bisa menangis dan menangis tanpa henti sampai kamarnya di selimuti kegelapan. Â
Matahari telah menunaikan tugasnya, meninggalkan bumi dalam genggaman  malam.  Ia pergi untuk esok kembali.  Tapi Jed, ia pergi dan tak akan pernah kembali.  Rein bergelung di atas ranjangnya.  Tangisnya mulai mereda meninggalkan isakan berat.
Tak berapa lama ada suara ketukan di pintu kamarnya.
"Rein, kamu di dalam?" Â terdengar suara Lea di luar.
"Rein, boleh aku masuk?" lanjutnya.
Rein tidak menyahut ia membiarkan Lea mengetuk pintu beberapa kali.
Terdengar suara bisik-bisik di luar.
"Semester ini Rein memutuskan untuk kos?" tanya sebuah suara.