Amara mencuri-curi pandang.
"Kamu sudah mengkhianati kepercayaan papa Jo. Dan ini, benda ini lagi?" Lelaki yang menyebut dirinya papa itu merebut gitar yang ada di pelukan Jo lalu dengan sekuat tenaga memukulkannya ke lantai, bagai aksi  gitaris grup heavy metal  saat akan mengakhiri pentas.
Gitar itu rontok seiring dengan perasaan Amara yang menjadi tak karuan, ia melihat Rendra yang berusaha menenangkan papa Jo, sementara Jo hanya tertunduk lesu.
***
Amara membiarkan angin malam menerbangkan helai gorden jendela kamarnya. Bulan purnama diatas sana bersinar terang tanpa ditemani awan.
Kejadian sore tadi di toko kembali berkelebat dalam pikirannya. Rendra bercerita bahwa awalnya ia tak pernah tahu bahwa Jo pernah tinggal di kota yang sama. Komunitas musik di sebuah medsos-lah yang telah mendekatkan mereka. Minat yang sama pada musik membuat mereka cepat menjadi sahabat. Namun hobi bermusik Jo ditentang keras oleh papanya. Kemarin adalah kali kedua papa Jo merusak gitar yang sama. Jo dikirim ke kota ini untuk dititipkan kepada kakek neneknya agar ia tak lagi bermain musik dengan tema-teman bandnya.
Namun, keinginan yang kuat akan selalu menemukan jalannya. Ia dikirim ke tempat ini, tempat dimana teman maya-nya berada ditambah bonus toko alat musik tentunya.
Amara melihat satu persatu video yang diunggah Jo di akun YouTube nya sesaat setelah Rendra menceritakan semua hal yang ia ketahui tentang Jo. Permaian gitar pemuda itu ternyata sangat menakjubkan. Â Bunyi yang dihasilkan oleh gitarnya sungguh unik. Nomor-nomor yang ia ciptakan sangat bersahabat di telinganya. Baru kali ini Amara mendengarkan beberapa komposisi yang membuatnya langsung jatuh hati. Sungguh sangat disayangkan bila bakat sehebat itu harus padam karena ambisi orang tua untuk menjadikan anaknya seperti yang mereka inginkan.
Dahi Amara berkerut ketika Rendra memberitahukan bahwa Jo ingin menemuinya.
"Malam-malam begini?"
"Dia bilang besok dia harus pergi." Rendra tersenyum.