"Karena kamu melakukan kesalahan, kamu mendapatkan hukuman. Sebenarnya aku bosan menghukum kamu. Tapi bukankah kebenaran harus selalu ditegakkan?" Kak Nuno eh Kak April berkata dengan heroiknya, gayanya sudah seperti Bill Pullman ketika berpidato sesaat sebelum menyerang pesawat Alien yang bercokol di atas area fifty one.
"Lari keliling lapangan sambil dadah dadah, dua putaran."
Aku terpana, siang terik begini? Ya Tuhan, andai saja Engkau memberiku kekuatan seperti Godam Gundala, pasti kusambut dengan hati gembira.
Selanjutnya aku bagaikan atlet pembawa obor PON, berlari di antara tatapan banyak mata. Di tengah perjalanan, mataku mulai berkunang-kunang, kepalaku bagai di pukul-pukul oleh palunya kangmas Thor, tulang belulangku bagai duri bandeng presto Semarang dan otot ku mengendur bagai tali kolor kadaluarsa. Tiba-tiba, duniaku gelap seketika.
***
Aku tersadar ketika hidungku membaui aroma tajam. Rupanya tadi aku pingsan. Awalnya aku akan membuka mataku, namun aku urungkan dengan segera. Aku pikir, mengapa aku harus cepat-cepat bangun, disini aku dapat beristirahat sejenak melepaskan penat.
Dalam pura pura pingsanku, telingaku menangkap adu mulut yang sangat sengit. Aku memicingkan mataku, Kak April tengah bersitegang dengan  wakilnya, kak Sigit.
Hidungku kembali mencium aroma tajam itu, aku bergeming.
Lalu ada tepukan halus di pipiku.
"September! Tolong aku, sadarlah." Kak April berbisik, suaranya diturunkan setengah nada bak kebiasaan GNR dan Nirvana.
Aku bertahan.