"Hei, sedang baca apa?" sapa ku basa basi.
Sean menatap ku sekilas lalu kembali menekuri artikel yang tengah di bacanya.
Aku terhenyak, mengapa Sean tidak seperti biasanya. Ia terlihat sangat muram.
Tiba-tiba Sean menyerahkan surat kabar itu kepada ku, lalu pergi menembus hujan yang pekat.
Jawabannya ada di sana. Sosok yang di dewa kan oleh Sean, secara resmi telah menggabungkan diri ke dalam sebuah kumpulan bernama 27 club yang beranggotakan Jim Morisson, Jimmy Hendrik, Janis Joplin, dan Mia Zapata. Aku sulit membayangkan apa yang akan terjadi dengan fans-fans fanatiknya termasuk Sean.
***
Beberapa minggu ini aku tak pernah melihat Sean. Ia seakan hilang di telan bumi. Rupanya kesedihan telah membuatnya enggan untuk menyapa dunia. Suatu malam aku pernah melihatnya dari balik gorden jendela ku. Ia datang dengan dua temannya, masuk kamar sebentar lalu pergi lagi. Walaupun kamar kami bersebelahan, tapi tidak membuatku menjadi tahu semua hal tentang Sean.
***
Libur semester telah usai, gerbang tempat kos ku telah berganti warna. Dengan ringan aku langkahkan kaki ku menuju kamar ku. Namun langkah ku terhenti demi melihat sesuatu yang ganjil di depan pintu kamar Sean. Selembar pita kuning bertulis “dilarang melintas garis polisi” melambai di tiup angin sore. Aku sangat terkejut, di kepala ku mulai berkumpul banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban segera.
"Dua hari lalu dia di temukan tak bernyawa oleh pak Rusli di kamarnya." Aji berbisik lirih di telinga ku. Aku menahan nafasku.
"OD." Aji kembali berbisik. Aku terhenyak.