Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lingkaran Lima #7 : Kosan Horor

29 Maret 2016   14:08 Diperbarui: 11 Juni 2024   13:50 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ceritanya Anti sok berani, deketin objek yang warnanya putih melambai-lambai di atas pohon. Tapi baru aja beberapa langkah maju ke depan tiba-tiba ada suara ketawa hihihihi. Anti pun langsung balik kanan bubar jalan.


Tanpa nunggu komando lebih lanjut, Anti teriak terus lari pontang-panting sambil narik tangan Susan yang narik tangan Ratna yang narik tangan gue, kayak adegan tarik tambang tujuh belasan minus tambangnya.

Sampe di kamar kos Susan kita berempat ngos-ngosan, keringat bercucuran kayak habis nyapu lapangan. Apa yang di katakan dosen biskom gue bener adanya bahwa mata adalah jendela hati. Yang bisa menceritakan segala sesuatu tanpa harus bicara. Buktinya dengan isyarat mata, gue dan ketiga temen gue bisa saling menceritakan apa yang kita liat tadi. 

Gue melotot, Susan merem, Anti kedip- kedip, dan Ratna tetep dengan tatapan sendunya.
Malam itu kami berempat tumplek-blek tidur di kamar kos Susan, gak ada yang berani pulang.

***

Besoknya gue ceritain penemuan tadi malem ke Fani. Fani geleng kepala sambil mencetin jerawat di idungnya.
"Aah, gue gak pernah tuh ngeliat ada yang nangkring di pohon pake outfit putih- putih. Masa iya malem-malem mau upacara bendera?"
"Hiiih, serius Fan, kita liat tadi malem, di pohon yang itu." Gue nunjuk pohon yang di maksud dengan ragu-ragu.
"Aahh, cuma fatamorgana kali."
"Ah ya udah deh kalo gak percaya." Gue melengos pergi ke kamar Juli.

Gue buka daun pintu yang gak bisa dibikin bungkus lontong itu. Gue dapati si Juli lagi khusuk di atas hamparan sajadahnya. Baju koko, peci, dan sarung kotak ijo jadi saksi tanggal tuanya. 

Juli memang antik banget, kalo tanggal tua dia tiba-tiba rajin ibadahnya  Doa-doa dipanjatkan demi kelancaran transferan dari orangtuanya.

Liat Juli sholat, gue jadi inget belum sholat juga. Jelek-jelek gitu, si Juli memang penuh inspirasi. Dulu gue suka mengkolaborasi sarung Fani dan Juli buat dibikin mukena ala ninja. Lama kelamaan gue gak enak juga pinjem terus, jangan-jangan nanti gue harus bayar bunga yang lebih gede dari pokoknya. Akhirnya gue nyimpen seperangkat alat sholat gue di kamar Fani.

Tapi hari ini, gue nemuin mukena itu ada di atas monitornya Juli. Sejak kapan tu mukena ada di sana? Gak mungkin jalan- jalan sendiri kan? 

Juli yang ditanya cuma geleng kepala. Ah ya udah deh, gak usah diperpanjang, bukan SIM atau KTP ini. Gue Ambil mukena gue. Sambil jalan ke kamar Fani, gue menangkap aroma si Keni. Gue masih cuek, tapi gue gak cuek lagi waktu mukena itu mau gue pake, ada selembar kaos kaki yang keluar dari lipatannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun