Sementara itu sejak awal Ramadan, sebetulnya saya sudah mengingatkan suami, andai ada rezeki, bagaimana jika kita juga berbagi makanan ke tetangga sekitar. Istilahnya, megengan.
Tapi ya begitulah. Rezeki untuk bisa ikutan megengan itu bubar sudah. Kami menjadi orang yang banyak menerima pemberian dari tetangga sana sini.Â
Cukup sedih sebetulnya. Tapi ya mau bagaimana lagi. Kami tidak punya dana untuk ikutan megengan waktu itu.
Sementara itu, beberapa bulan sebelum Ramadan, sebetulnya saya sudah memikirkan apa saja yang bakal masuk dalam kategori pos pengeluaran.
Hal utama yang saya pikirkan adalah pengeluaran untuk tradisi tinjo dan amplop lebaran untuk anak-anak saudara.
Kegiatan tinjo adalah tradisi silaturahmi kepada sanak saudara yang lebih tua, sambil membawa bingkisan untuk mereka. Umumnya berupa sembako.
Sedangkan amplop untuk anak-anak saudara, besar harapan yang ada, saya tidak mengurangi jatah uang amplop punya anak-anak.Â
Biasanya jika kondisi sedang pas, saya sampai memutar uang dalam amplop yang diterima anak-anak lho. Jadi yang diterima anak-anak, saya masukkan amplop lagi untuk diberikan ke anak-anak saudara yang lain.
Jangankan berpikir alokasi untuk takjil setiap hari, alokasi untuk baju baru lebaran. Untuk hal yang utama banget saja, saya harus benar-benar putar otak.
Agar Finansial Tetap Sehat di Bulan Ramadan, Meski Kondisinya Pas
"Tapi kan ada THR? Ada gaji ke-13?"