Pramuniaga menurut. Diambilnya uang sepuluh ribu yang agak berpenampilan kusut untuk diberikan kepada Bu Sofi.
"Mohon maaf, bisa tanda tangan di sini?" Bu Sofi menunjukkan sebuah kolom pada selembar kertas yang berada di dalam map.
"Buat apa?" cetus ketus si pramuniaga.
"Maaf Mbak, tapi kami diminta seperti itu dari pihak yayasan sebagai bukti," jelas Bu Sofi yang masih tidak menggeser intonasi ramahnya.
"Udah ah, nggak usah aja ya," pramuniaga itu lalu kembali asyik menekuri hp-nya seperti tidak ingin melihat Heni dan Bu Sofi. Maksud lainnya adalah, silahkan pergi dari sini!
**
"Ha, jadi si Dina temenku itu sampai seperti itu tingkahnya? Dasar, dari dulu zaman SD kelakuannya kok tetap saja pelit!" Desi marah-marah mendengar cerita adik sepupunya.
"Ya untungnya habis itu pas ke toko bangunan Lancar, kami dikasih uang 250 ribu, Mbak. Toko itu memang sudah langganan sering ngasih ke kami dalam jumlah yang besar. Heah, rasanya habis keluar dari butik itu terus dapat yang gede di toko Lancar, rasanya lega."
Heni lalu bercerita jika apa yang dilakukan oleh pemilik butik itu sebetulnya belumlah seberapa. "Soalnya ada juga Mbak, yang mirip seperti itu. Sudah diomelin, disuruh nunggu lama, ya nggak dikasih uang lagi!"
"Sebentar, memangnya kalau orang-orang itu kamu mintai dana, rata-rata ngasih berapa tho?"
"Yah... paling kebanyakan ngasih lima puluh ribu, Mbak."