Awalnya Heni dan Bu Sofi bersedia menunggu. Apalagi baju-baju di butik itu membuat Bu Sofi cukup betah untuk berlama-lama melihat-lihat koleksi yang ada. Hanya melihat. Karena jika untuk membeli, rasanya bandrol harga di baju-baju itu bukan untuk ukuran gaji mereka. Dan Heni jadi merasa gelisah karena seperti menunggu sesuatu yang tidak pasti di tempat yang meski sejuk ber-AC.
"Permisi Mbak, ibu yang punya butik masih lama ya?" Heni memberanikan diri untuk bertanya.
"Ya nggak tahu, ya! Kalau mau ya tunggu saja!" ketus jawaban pramuniaga.
Bu Sofi mencolek tangan Heni, seakan memberi isyarat ke Heni untuk bersabar. Tapi Heni merasa gerah di ruangan sejuk bernuansa ungu itu. Bagaimana tidak, sudah lebih dari setengah jam ia berdiri tak jelas di butik itu. Jangankan dengan harapan menunggu adanya uang yang mereka dapatkan untuk TK mereka. Si pemilik butiknya ada atau tidak saja sudah tidak jelas pastinya.
Seorang wanita masuk ke dalam butik, membawa aroma bunga segar dari wangi parfumnya. Heni merasa mengenal wanita itu. Kalau tidak salah, wanita itu adalah teman sekolah dari Mbak Desi. Si pramuniaga pun langsung memberi tahu kepada wanita itu tentang kehadiran Heni dan Bu Sofi yang sedang mencoba meminta sumbangan untuk TK ke butik yang ternyata milik wanita itu.
Sesudah mendengar ujaran dari pramuniaganya, wanita yang berdandan lebih modis dan wah dari pramuniaganya itu langsung menatap Heni dan Bu Sofi dengan satu alis kiri yang terangkat.
"Oalah Mbak, ayu-ayu kok minta sumbangan! Apa nggak malu?"
Heni otomatis sudah tidak bisa lagi tersenyum. Rasanya ingin sekali ia keluar dari butik itu. Wajahnya sudah cukup memanas akibat terlalu lama menunggu dan malah berujung pada sebuah kata-kata tidak enak yang harus ia terima.
Lagi-lagi, Bu Sofi mencoba menengahi. "Kami bukan asal minta sumbangan kok Bu. Kami dari TK Melati yang ada di daerah Sawahan. Kalau Ibu tidak percaya, silahkan dilihat data kami ini," ujar Bu Sofi halus dan lalu menyodorkan map berwarna biru berisi data kondisi TK tempat mereka mengajar. Data-data itu memang telah mereka siapkan dan menjadi bekal dari pihak sekolah untuk mereka mencari dana.
Wanita pemilik butik yang masih memasang wajah tak ramah kemudian berkenan membuka dan membaca isi map. Hanya beberapa detik, ia lalu menutup map dan mengembalikannya lagi ke Bu Sofi.
"Tin, ambilin uang sepuluh ribu. Kasih ke mereka!" ujar pemilik butik yang lalu bergegas masuk begitu saja ke dalam sebuah ruangan lain di butik itu tanpa sedikit pun menatap dan berkata apa-apa ke arah Heni dan Bu Sofi.