Mohon tunggu...
Ika Maya Susanti
Ika Maya Susanti Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas dan pemilik blog https://www.blogimsusanti.com

Lulusan Pendidikan Ekonomi. Pernah menjadi reporter, dosen, dan guru untuk tingkat PAUD, SD, dan SMA. Saat ini menekuni dunia kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Di Balik Kelezatan Liputan Kuliner

15 Februari 2022   17:29 Diperbarui: 18 Februari 2022   16:41 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini benar lho. Baru kali itu saya merasa lidah bisa punya rasa pusing! Sampai-sampai hampir mati rasa lidah deh!

Sedangkan urusan harus membawa semua masakan hasil liputan, membuat saya pulang ke kantor bak seorang pengantar katering!

Usai liputan, di motor saya penuh dengan gantungan plastik berisi wadah-wadah styrofoam yang kesemua isinya adalah makanan.

Sampai di kantor, keberuntungan pun lantas beralih ke teman-teman saya. Mulai dari pos satpam sampai redaksi, kebanyakan sangat tidak akan menolak ketika saya minta untuk mengambil makanan yang saya bawa.

Sementara itu di hari-hari berikutnya, pusing saya pun makin bertambah karena bingung memilih menulis liputan kuliner yang akan turun di edisi hari minggu. Setiap narasumber maunya minta ditulis dan dimuat lebih dulu.

Belum lagi usaha menggali ingatan tentang rasa yang telah dicecap oleh lidah saya. Kan lucu saja kalau masakan yang harusnya ditulis rasa gurih lalu saya tulis asam manis.

Meliput kuliner memang tidak sembarang hanya mencatat keterangan dari si pembuat masakan. Butuh kepekaan lidah untuk mengira-ngira rasa apakah manis, gurih, asam, atau pedas.

Lantas bila ada sebuah rasa yang cenderung dirasa kuat di lidah, itu berarti waktunya untuk bertanya tentang mengapa masakan tersebut bisa demikian.

Istilahnya, menanyakan bumbu apa yang memang menjadi peran utama dalam membuat masakan tersebut.

Wawancaranya pun tidak bisa asal begitu saja. Karena terkadang, para reporter kuliner harus berhadapan dengan para pemasak yang cuma tahu takaran kira-kira, bukan asli berdasarkan resep yang pakem.

Kalau sampai ketemu koki yang seperti itu, waktunya reporter harus terpaksa menjelma jiwa jadi koki. Gunakan intuisi, rasa, kepekaan lidah, dan kepala bertopi koki. Seperti demikian pesan tidak tertulisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun