Angin yang menderu pelan seakan membawa pergi kehangatan yang menyelubungi Siti, meninggalkan kebekuan yang kian menajam. Dalam perjalanannya ke warung nasi rames, ia memandangi pohon kelapa yang mengayunkan dedaunannya pelan. Mendesirkan hati Siti yang mendadak tak tenang. Namun ia hanya menghela nafas panjang, berusaha mengenyahkan rasa tak nyaman itu, untuk perlahan kembali menapaki langkah kakinya.
Ramon mengehntikan mobilnya di sebuah rumah sederhana dengan pelataran yang cukup luas. Di sana terparkir sebuah becak yang terlihat miskin perawatan. Menurut informasi yang di dapatnya, di sanalah kediaman lelaki yang telah mencuri Siti dari hatinya. Ia hanya ingin tahu seperti apa lelaki itu, dan seberapa pantas ia mendapatkan gadis itu.
Ia disambut ramah oleh pria paruh baya yang ramah. Dengan mengatasnamakan saudara Siti, Ramon memperkenalkan dirinya. Namun, kerena sepertinya pria itu mengetahui kebohongan Ramon, ia lantas menjelaskan secara jujur siapa dirinya dan maksud kedatangannya malam-malam begini.
“Saya sudah duga. Mereka itu sudah tidak punya keluarga lain lagi” kata pria itu yakin.
“Bapak sudah sangat mengenal keluarga Siti kalau begitu?”
“Jelas. Saya kenal mereka bahkan sebelum mereka punya anak”
Lantas pria itu menceritakan semuanya. Hal yang ia ketahui tentang keluarga Siti.
“Dua puluh empat tahun yang lalu, orangtua Siti menikah dalam keadaan yang sangat memprihatinkan. Mereka sama-sama yatim piatu yang miskin. Saya yang waktu itu jadi saksi pernikahan mereka. Selang setahun, mereka dikaruniai anak. Putra dan putri. Saat itu kemiskinan semakin menghimpit mereka. Hingga mereka memberikan salah seorang anaknya pada saya bersama dengan sebuah cangkir, yang pasangannya mereka simpan sendiri” pria itu menghela nafas sejenak, lantas kembali meneruskan,
“Lalu terjadi sebuah kebakaran hebat sehari setelahnya, yang merusak seluruh pemukiman penduduk miskin saat itu. Semua berlari-lari menyelamatkan diri. Sejak saat itu saya kehilangan mereka. Sampai suatu saat saya mengetahui kenyataan bahwa Mahpud menyembunyikan sebuah cangkir milik seorang gadis yang disukainya. Baru kemarin saya menemukan cangkir itu di bawah ranjang Mahpud. Cangkir antik langka yang sama persis dengan milik Mahpud”
“Jadi... kalau begitu... Siti dan Mahpud itu.. saudara sedarah?”
“Bukan hanya sedarah. Mereka juga serahim. Karena mereka itu saudara kembar”