Ibu Saminah memang bukanlah seorang ibu yang menonjol di kampungnya, tetapi ketiga jemaah haji itu mengenalnya. Untuk beberapa jenak mereka tercenung. Sunyi menggantung di udara.
"Ibu Saminah kan tidak naik haji tahun ini, bagaimana mungkin itu ibu Saminah." Â Salah seorang di antara mereka memecah kesunyian. Ibu ini bernama Sari.
"Saya hampir yakin itu ibu Saminah" sambar ibu Murni cepat", lalu katanya lagi, "wajahnya, sikapnya, bahkan ringtone ponselnya, semua menunjukkan perempuan itu ibu Saminah."
"Jangan-jangan sumangenya (sukmanya)." Â Ibu Minah, Jemaah Haji lainnya tiba-tiba memberi tanggapan lain. Tidak ada yang bersuara, tetapi mata mereka sama menatap ke ibu Minah yang berkomentar itu, seakan ingin meminta penjelasan lebih lanjut.
"Kata orang, siapa pun yang sangat menginginkan sesuatu biasanya sukmanya akan melanglang buana mencari keinginannya itu. Bukankah Ibu Saminah sebenarnya sangat ingin ke tanah suci. Konon dulu sepeninggal suaminya, ia telah ditinggalkan warisan untuk dipakai naik haji, tetapi entah mengapa sampai sekarang Ibu Saminah belum juga mendaftar haji." Â Jelas Ibu Minah.
"Saya pernah mendengar kabar angin, uang warisannya itu malah digunakan untuk membantu pembangunan sebuah panti asuhan." Ibu Nur, jemaah haji yang dari tadi diam ikut berkomentar. "Tetapi itu hanya kabar angin, tidak jelas kebenarannya." Â Buru-buru ibu Nur melanjutkan.
"Ah...kalau dia bisa menyumbang panti asuhan, pasti juga sudah menyumbang di Masjid, tetapi selama ini kita tidak pernah dengar namanya disebut-sebut menyumbang di Masjid." Sanggah Ibu Minah.
Ketiga jemaah haji lainnya saling berpandangan. Â Lalu Ibu Sari berkata..., "Belum ada yang pasti, Â saya belum yakin itu Ibu Saminah, tidak juga yakin itu sukmanya"
"Apa yang membuat ibu belum yakin?" Terdengar satu suara bernada tanya. Tetapi siapa yang bicara. Keempat ibu itu saling berpandangan, lalu bagai dikomando, serempak menoleh. Di sudut lobi, terlihat seorang perempuan yang baru saja melontarkan kalimat itu. Sosoknya anggun, berkulit putih dan lagaknya memesona. Tanpa sadar keempat perempuan  ini mendekat ke arah perempuan yang tiba-tiba saja menyela pembicaraan mereka.
"Maaf saya tiba-tiba ikut nimbrung, tetapi cerita ibu...," ia menggantung kalimatnya. Â
"Saya Ibu Murni....eh...bunda Murni....saya bunda Murni." Timpal Ibu Murni yang mengerti perempuan itu ingin mengetahui namanya.