namun tidak pernah benar dan lengkap)
Orang-orang yang hadir mendengarnya dengan sungguh-sungguh. Â Beberapa perempuan tampak menangis memohon maaf atas keteledoran mereka. Puang Matoa Saidi juga tampak mendekat, ia pun mendengar dengan seksama pesan-pesan dari arwah leluhur itu. Sesekali Ia juga tampak minta maaf kepada "sang nenek".
Ketika sanro Hayati tersadar, rombongan pun bersiap untuk menuju sungai, mereka mengendarai mobil, truk dan mobil mikrolet. Â Cukup banyak orang yang ikut menuju ke sungai. Â Sebelum ke sungai mereka singgah dulu di sebuah rumah , di sana mereka memberikan beberapa makanan. Setelah itu perjalanan kembali dilanjutkan ke sungai.Â
Sanro Hayati memimpin perjalanan itu. Sampai di sungai sanro Hayati memanjatkan doa-doa kepada Allah, Â Penguasa para penghuni air. Setelahnya diturunkanlah beberapa butir telur ke sungai, satu sisir pisang dan seterusnya makanan lainnya.Â
"Sebenarnya makanan itu untuk makhluk hidup lainnya yang hidup di sungai, jadi semacam berbagi rezki." Begitu penjelasan sanro Hayati pada kesempatan lain ketika saya tanyakan soal makanan yang dilarung ke sungai itu. Â
Bunyi Gendang mengiring prosesi ini. Setelah selesai orang-orang kemudian berebut membasuh mukanya dengan air sungai bahkan ada beberapa di antara mereka yang mengambil air sungai dengan memasukkannya ke dalam botol-botol minuman mineral. Setelah acara di sungai selesai, maka selesailah sudah acara Mapano salo tersebut, rombongan pun kembali menuju ke desa Taraweang
Ilustrasi : Gambar diambil dari bugiswarta.com
                                               Â
Aji (Hajjah) Hayati; "Sanro sebagai Anugerah"
Aji Hayati yang menjadi sanro pada acara mapano salo kali ini, tidak pernah membayangkan bahkan terbetik dipikirannya untuk menjadi Sanro. Pada masa mudanya memang dia banyak mengikuti acara ritual dari tradisi nenek moyang, namun biasanya dia hanya membantu memasak atau menyiapkan makanan pada acara tersebut.
Suatu ketika dia menikah dengan seorang pria yang dicintainya tanpa restu dari orang tuanya. Kehidupannya pada masa ini betul-betul suram, nyaris terlunta-lunta. Dia dibuang dari keluarganya. Â Inilah awal Hayati mendapatkan anugerah itu. Pada malam-malam tertentu dia sering bermimpi didatangi oleh seorang tua dan mengajarkan berbagai hal tentang acara-acara ritual.Â
Kelak setelah dia melahirkan seorang anak kembar, yang kembarannya bukan berbentuk manusia tetapi berbentuk makhluk lain (bentuknya tidak ingin disebutkan seperti binatang), di sinilah kekuatan spiritualnya semakin tajam. Sanro Hayati sering mengalami trans, ia kemasukan roh nenek moyang. Ia pun dengan serta-merta mampu memahami tata-cara ritual dari tradisi leluhur di Bugis. Sejak saat itu Ia pun menjadi sanro dengan gelaran "nenek".