Mohon tunggu...
Syamsurijal Ijhal Thamaona
Syamsurijal Ijhal Thamaona Mohon Tunggu... Penulis - Demikianlah profil saya yg sebenarnya

Subaltern Harus Melawan Meski Lewat Tulisan Entah Esok dengan Gerakan Fb : Syamsurijal Ad'han

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Lahirnya Sang Pendekar (Serial Burik Cilampakna Kindang)

23 Desember 2017   22:04 Diperbarui: 24 Februari 2018   08:32 1603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tompo cepat engkau ke tempat meronda, pukul kentongan tanda bahaya! Kau juga bawa beberapa orang ke sini ! Aku sendiri akan menjemput nenek Minasa".

"Tunggu... daeng...., ah...tu...tunggu dulu ada apa...?" Timpal Tompo dengan terbata-bata.  Dadanya terlihat kembang kempis, sementara nafasnya masih mengap-mengap.

"Sudahlah tidak usah banyak tanya ! Ini ketewasan...., cepat lakukan saja apa yang saya katakan!"   Sahut Ranrang sambil melangkah meninggalkan tempat itu dengan setengah berlari. Tapi baru beberapa langkah Ia menghentikan langkahnya.

"Lebih baik aku naik kuda itu supaya aku bisa menjemput Nenek Minasa lebih cepat".

Sementara itu begitu La Tahang sampai di atas rumahnya dan menyaksikan Ibu Bunga, mertuanya terbaring bersimbah darah, Ia berseru tertahan. Buru-buru Ia memondong Bunga ke dalam kamarnya dan meletakkan di atas pembaringan. Selanjutnya Ia berbalik keluar memeriksa tubuh ibu Bunga. Namun tubuh Ibu Bunga yang bersimbah darah sudah kaku dan dingin. La Tahang duduk terhenyak. Mukanya menjadi pucat pasi, tubuhnya gemetar dan bibirnya bergetar. Ia betul-betul terkesiap menyaksikan apa yang sekarang terjadi di depan matanya. 

***

httpjagat-silat-blogspot-co-id-2-5a7f8f4d16835f24e6283146.jpg
httpjagat-silat-blogspot-co-id-2-5a7f8f4d16835f24e6283146.jpg
                                                                                                   

"Aduh...!!!"

"Terus dorong keluar nak, sedikit lagi".  Nenek tua itu memberi semangat. Tangannya mengelus-ngelus perut Bunga sesekali ia meniupkan mantra-mantra di atas ubun-ubun perempuan cantik itu.

Bunga kini tengah berjuang keras. Ia harus mengeluarkan jabang bayi dari perutnya. Dalam keadaan setengah sadar, yang diingat olehnya adalah saat itu dirinya tengah mengandung sementara sesuatu yang sangat perih dirasakan menyayat-nyayat selangkangnya. Ia melihat darah mengucur dari selangkangnya. Naluri keibuan mengatakan ada hal yang membahayakan anak yang dikandungnya. Karena itu, begitu mendengar suara meski samar yang memerintahkan Ia untuk mengedang, mendorong keluar si jabang bayi, ia pun berusaha sekuat tenaga.

Bunga tidak sadar dengan kondisi tubuhnya yang lemah dan di beberapa tempat terlihat memar-memar. Bahkan Ia pun tak sadar bahwa sesungguhnya saat itu dirinya setengah tidak sadar dan baru saja mengalami peristiwa memilukan. Dalam bilik ingatannya, hanya ada satu, jabang bayi harus selamat. Jika perlu nyawanya jadi taruhan .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun