Mohon tunggu...
iin nuraeni
iin nuraeni Mohon Tunggu... Guru - seorang ibu yang menyukai anak-anak, suka menulis, dan ingin terus belajar.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Temani Aku Sebentar Saja

6 April 2022   10:42 Diperbarui: 8 April 2022   20:45 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pasangan, couple goals. (sumber: pixabay.com/StockSnap)

"Jangan sia-siakan orang yang kamu sayangi dan cintai, karena penyesalan akan datang setelahnya. Dan mungkin saat itu kamu sudah terlambat"

Namaku Adrian, seorang pemuda yang akan terus berjuang untuk mendapatkanmu, cintamu, dan kasih sayangmu, walau itu hanyalah mimpiku di siang bolong. Aku mengenalmu, walau hanya sekilas saja, dan  kamu yang membuatku menjadi begini, ya kamu..

Fatimah, sebuah nama yang indah sekali, seperti nama putri Rasulullah SAW, kepribadianmu, sungguh membuatku menggelepar, senyum manismu, pandangan matamu yang indah sekali, oooh membuatku semakin tak menentu.

Aku mengenalnya di suatu acara wisuda sarjanaku, dia yang terlibat di kepanitiaan, keramahannya saat menyambut tamu undangan maupun wisudawan dan wisudawati, pandangan pertama yang begitu memesona.

Pertemuan yang tak di sengaja, menyimpan kenangan tersendiri, senyum itu menggangguku, semalam aku tak dapat memejamkan mata sekejap pun, kembali senyum itu mampir di khayalku. Sampai menjelang fajar tiba aku baru bisa memejamkan mata ini, dan terbangun dengan suara azan dari mesjid dekat rumah.

Aku ambil wudu dan kudatangi sumber suara itu, aah panggilan yang sangat merdu, ketenangan akan kita dapatkan kalau kita bisa memaknai panggilan azan itu.

Mentari pagi bersinar sangat cerah sekali, hangat dan memberikan semangat, tekadku mencari tahu siapa Fatimah itu.

***

Senja ini, aku coba menghubungi ketua panitia acara wisuda dengan alasan ingin menanyakan dokumentasi acara, Alhamdulillah pucuk dicinta ulam pun tiba, yang aku cari pun ketemu, susunan panitia plus nomor ponselnya, aku coba menghubunginya, dan...

"Assalamualaikum mbak ..." sapaku dengan perlahan

"Waalaikumsalam Mas " terdengar suara lembut dari seberang

Perkenalan pun berlanjut, walaupun kami belum pernah bertemu, bertatapan wajah, hanya sekilas kala itu, wajahnya yang manis dan sangat memesona selalu mengusik angan dan khayalku.

Pertemuan yang kami rencanakan tak bisa terlaksana, karena aku mendapatkan panggilan kerja ke Jakarta di sebuah perusahaan, dan pastinya aku akan rindu sekali, aku berusaha memberanikan diri mengungkapkan apa yang aku rasakan, aku akan siap andai dia sudah memiliki seorang yang spesial dalam hatinya, tapi tekadku sudah kuat, sebelum janur kuning melengkung di depan rumahnya, aku akan berjuang untuk mendapatkan cintanya.

Selepas aku salat Isya, aku ambil ponsel, dan aku akan berjuang untuk mendapatkan cintanya (tekadku yang tak akan berubah), malam ini aku lihat rembulan menampakkan wajahnya dengan senyuman yang hangat, aku rebahkan raga ini, sambil aku pegang ponsel, mataku tak berkedip sedikit pun, dan aku cari namanya dalam kontakku. Ah sudah ketemu aku melompat dari kasurku, dan beranjak ke kursi di pojok kamar.

"Assalamualaikum Mbak ..." sapaku lewat notifikasi whatsapp, dia sedang online (seruku sambil kusandarkan tubuh ini), dan tak lama centang dua itu pun berwarna biru, beberapa detik kemudian.

"Waalaikumsalam..." balas dia.

Aku tersenyum sendiri, sambil aku bayangkan dia sedang tersenyum membaca salamku (mulai baper).

Dengan mengumpulkan keberanian, aku bercerita kalau sejak melihatnya di acara wisuda waktu itu aku selalu terbayang wajahnya,  Dia sangat kaget sekali, secepat itukah, sedangkan dia akan memberikan jawaban setelah aku menemui orang tuanya.

"Siap, aku akan datang ke rumahmu untuk menemui ayah dan ibumu" janjiku di malam itu.

Cinta yang sedang bersemi dan bermekaran dalam hati membuatku selalu ingin menghubungi dia, ya dia, gadis salihah dan  manis, yang senyumnya selalu bertengger di dalam pikiranku. Semangat kerjaku luar biasa, aku akan mengumpulkan pundi-pundi uang untuk segera melamarnya.

Dengan berjalannya waktu, detik berganti menit, menit berganti jam, dan jam pun berganti hari. Pada tahun pertama, aku masih suka menghubungi dia, tetapi dengan bertambahnya kesibukanku.

Aku semakin jarang menghubunginya, sering kali dia menghubungiku melalui whastapp, dan aku baru bisa membalasnya setelah pekerjaanku kelar, bahkan sampai besok aku baru bisa membalasnya, aku melakukan ini, karena aku sangat mencintainya.

Aku akan mengumpulkan pundi-pundi uang untuk melamarnya, itu  alasanku mengapa aku jarang menghubunginya, sudah aku sampaikan padanya, dan aku minta dia mengerti dengan keadaanku saat ini, bagiku karierku demi masa depan kita juga.

***

Akhir tahun ini, aku berencana pulang, karena kerinduanku pada ayah, ibu, adik dan pastinya dia, aku ambil cuti, dengan harapan aku bisa mengambil libur lebih lama.

Aku mengira, mencintai seseorang adalah dengan memperlihatkan kesungguhanku dalam mencari uang, materi yang bisa membahagiakan pasangan, dan ketika aku pulang pun aku masih membawa pekerjaan, sampai ayah dan ibu menegurku..

"Mas, kalau cuti, ya cuti saja, tidak usah bawa pekerjaan ..." sahut Ibu

"Ya mas, nikmati saja liburan ini!" ujar Ayah melanjutkan pembicaraan ibu.

"Ya Mas, kita, main yuk ..." celetuk Arini (adikku yang ikut di obrolan sore itu).

"Masih banyak pekerjaan, Yah " jawabku

"Pekerjaan tidak akan ada habisnya..." jawab Ayah sambil meletakkan surat kabar ke meja.

"Tanggung Ayah, sedikit lagi " jawabku tak menoleh ke siapa pun.

"Bagaimana hubunganmu sama Fatimah" tanya Ibu sambil duduk di sebelahku.

 "Aku sibuk Bu " jawabku tanpa ekspresi.

"Sempatkanlah menemuinya, hampir 2 tahun kamu tak menemuinya" lanjut ibu

"Nanti saja Bu, setelah pekerjaan ini selesai" lanjutku sambil mataku tak lepas dari layar monitor laptopku.

Ya sudah terserah kamu, ingat Fatimah anak yang baik sekali, dia sering kesini menemani Ibu, dan sering membawakan makanan buat Ayah, ketika Ayah sakit.

Hampir tiga hari aku hanya fokus ke pekerjaanku, walaupun sudah diingatkan oleh Ayah dan Ibu.

Senja itu, aku menemui fatimah di rumahnya, Aku menemui Ayah dan Ibunya, dan berjanji akan segera melamarnya di bulan Syawal, setelah Dia selesai kuliah. Aku melihatnya tersenyum ketika menjamu kami dengan teh dan sepiring pisang goreng.

Mereka sangat ramah dan hangat, ah aku tersipu melihat keramahan mereka, seharusnya aku bersyukur, tetapi saat ini pikiranku masih pada tumpukan pekerjaan.

Betapa jahatnya aku, segera aku tepis pikiran tentang pekerjaan, aku mengajak beliau berdua membicarakan banyak hal, mereka sangat luar biasa sekali dalam mendidik putra-putrinya, aku berharap sekali, Fatimah yang akan menjadi Ibu dari putra-putriku kelak.

***

Pertemuan di akhir tahun yang sebentar saja, aku kembali ke Jakarta dan berkutat dengan pekerjaanku yang tidak ada selesainya, karierku membaik, aku semakin sering tak menghubunginya, walau dia selalu sabar menunggu, aku memang egois, tapi perasaan itu hanya datang sekilas dalam pikiranku, kembali aku dengan prinsipku, kalau materi akan membuat kita bahagia.

Dengan berjalannya waktu, aku kini menduduki jabatan yang bagus, aku semakin sibuk, aku baru bisa menghubungi Ayah, Ibu, dan Adikku sepekan sekali, terkadang tidak sama sekali.

Liburan hari raya, aku berjanji akan pulang, dan kepulangan ini memberikanku pelajaran dan makna dari cinta dan kasih sayang yang sebenarnya.

***

Senja itu, kami berjanji akan bertemu di sebuah kafe di pusat kota, menurutnya kafe itu kafe terbaru dan sangat romantis sekali, kami mendapatkan ijin untuk bertemu sebentar,

Banyak yang kami bicarakan, mungkin karena kerinduan yang terpendam, terjadilah pertengkaran kecil yang membuat kami berselisih, dia menangis dan aku pun menjadi marah, yang membuat dia menjadi sedih dan berlari keluar dan braak....aku mendengar suara jerit tangis, dan aku pun berlari ke arah suara itu....

Tuhan, Dia terkapar dan berlumuran darah, aku gendong dan kularikan ke rumah sakit, aku peluk Dia dan ku ucapkan beribu maaf, dia koma selama hampir satu bulan.

Tuhan maafkan aku yang sudah membuat hatinya hancur, berilah aku kesempatan untuk membahagiakannya, bangunkan Dia dan aku berjanji akan menemaninya sampai maut memisahkan kami.

Sebulan aku menunggumu, menunggu dengan perasaan bersalah, aku ingin pertama kali kau lihat adalah Aku, ketika kau siuman, dan doaku terkabul, terima kasih Tuhan atas semua karunia ini, aku berjanji tak akan menyia-nyiakan Dia lagi.

Kau bangun dari mimpi panjangmu, ah senyum yang manis itu yang selalu menghias bibirmu, pandangan mata yang penuh kehangatan.

Maafkan aku (sambil Aku genggam erat tangannya), Alhamdulillah Ya Allah atas karunia terbesar ini, tak akan aku sia-siakan kesempatan terindah ini. Dan Aku tak ingin kehilangan untuk yang kedua kalinya, Aku ingin Kau yang akan menemaniku dengan siraman cintamu di sepanjang hidupku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun