"Bagaimana hubunganmu sama Fatimah" tanya Ibu sambil duduk di sebelahku.
 "Aku sibuk Bu " jawabku tanpa ekspresi.
"Sempatkanlah menemuinya, hampir 2 tahun kamu tak menemuinya" lanjut ibu
"Nanti saja Bu, setelah pekerjaan ini selesai" lanjutku sambil mataku tak lepas dari layar monitor laptopku.
Ya sudah terserah kamu, ingat Fatimah anak yang baik sekali, dia sering kesini menemani Ibu, dan sering membawakan makanan buat Ayah, ketika Ayah sakit.
Hampir tiga hari aku hanya fokus ke pekerjaanku, walaupun sudah diingatkan oleh Ayah dan Ibu.
Senja itu, aku menemui fatimah di rumahnya, Aku menemui Ayah dan Ibunya, dan berjanji akan segera melamarnya di bulan Syawal, setelah Dia selesai kuliah. Aku melihatnya tersenyum ketika menjamu kami dengan teh dan sepiring pisang goreng.
Mereka sangat ramah dan hangat, ah aku tersipu melihat keramahan mereka, seharusnya aku bersyukur, tetapi saat ini pikiranku masih pada tumpukan pekerjaan.
Betapa jahatnya aku, segera aku tepis pikiran tentang pekerjaan, aku mengajak beliau berdua membicarakan banyak hal, mereka sangat luar biasa sekali dalam mendidik putra-putrinya, aku berharap sekali, Fatimah yang akan menjadi Ibu dari putra-putriku kelak.
***
Pertemuan di akhir tahun yang sebentar saja, aku kembali ke Jakarta dan berkutat dengan pekerjaanku yang tidak ada selesainya, karierku membaik, aku semakin sering tak menghubunginya, walau dia selalu sabar menunggu, aku memang egois, tapi perasaan itu hanya datang sekilas dalam pikiranku, kembali aku dengan prinsipku, kalau materi akan membuat kita bahagia.