Mohon tunggu...
Syamsul Barry
Syamsul Barry Mohon Tunggu... -

Pengajar di Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Aktif berkarya seni dan menulis, tinggal di Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Seni Media (Kebiasaan) Baru Kemajuan Teknologi Informasi dan Seni

9 Juni 2010   19:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:38 3261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Gambar 5

Cuplikan Sequen game: Joint Operations: Typhoon Rising

Permainan memang bisa dikaji sebagai hanya sebuah permainan, tetapi permainan apapun tidaklah mungkin bila tidak ada kepentingan yang menyertainya.. Sebelum game ini keluar banyak sekali game yang kemudian menjadi popular seperti Vietcong[v] yang juga mengedepankan kemampuan tentara Amerika memenangkan perang. Sesuatu hal yang menggelikan sebab pada kenyataannya Amerika kalah perang di Vietnam. Agaknya persoalan ini bisa dikritisi bukan pada soal kalah menangnya Amerika tetapi tumbuh suburnya perasaan nikmatnya bisa membunuh (di dunia virtual). Para gamer bukan tidak mengerti sejarah atau catatan kejadian yang sebenarnya, pada game yang dimainkan, tetapi lebih dikarenakan rasa penasaran yang terus menerus telah menimbulkan apa yang disebut dengan addictive (ketagihan). Game yang dibuat berbentuk objek yang bukan saja menjadi perpanjangan tangan manusia tetapi kini merupakan ekspresi manusia langsung dari diri manusia, menjadi manusia- semacam cyborg[vi]. Yang jelas game online selain meruntuhkan batas-batas juga salah satu pendorong masyarakat menjadi semakin biasa melakukan hubungan interaktif di dunia maya.

Kebiasaan yang kemudian dapat dikatakan sebagai gaya hidup ini juga dapat dilihat dengan banyaknya antusias masyarakat terhadap pameran-pameran yang didukung teknologi. Pada bulan Juli 2006 di Taman Pintar Yogyakarta diadakan acara "Digital Spirit" yang merupakan bagian dari "Program Ayo Yogyaku Bangkit" terdapat bagian acara berupa Pameran Seni yang berbasis web. Pada pameran ini digelar 35 karya dari seniman Indonesia, Inggris, Amerika Serikat, Australia dan Malaysia. Acara yang digelar Republic-art ini bahkan dalam perencanaannya total menggunakan komunikasi dari internet.

Gambar 6

Detail karya Krisna Murti, Video Spa, 2004

Video environment, 3 screen, DVD dan kursi kebun.

(foto koleksi artist)

Kebiasaan berinteraktif ini membuat kemudahan orang dalam mengapresiasi karya-karya media baru. Video art atau seni instalasi yang menggunakan video misalnya tentunya sangat berbeda jika di bandingkan dengan menonton film. Pada saat menonton film terjadi proses pengidentifikasikan diri penonton di dalam film itu dan kemudian membentuk persepsi dasar film menjadi semacam cermin. Pengidentifikasian dengan metonymically (contoh: cermin/hubungan langsung atau seperti merasa jadi aktor, walaupun tidak melihat diri sendiri) metaphorically (hubungan tidak langsung / berubah arti). Penonton menjadi sadar ada dunia lain (simbolik) bisa jadi subjek dalam bayangan diri sendiri dan bisa jadi objek (dalam film) bagi orang lain (tidak harus berbentuk sama). Pada anak-anak, pemikirannya lebih mempunyai keakuan (hanya mengerti untuk dirinya) kalau orang dewasa sadar bahwa dunia bukan untuk diri sendiri, sehingga imaginasinya lebih terkontrol karena menyadari film adalah hal yang bukan nyata tetapi hanya seolah nyata.[vii] Kalau film mampu membuat illusi dan melupakan realitas, karya-karya seni media baru bisa lebih dari itu.

Gambar 7

Karakter yang dapat dibentuk, dalam game Sim2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun