“Iya, tapi ingat juga satu lagi lupakan kejadian itu dan terutama lupakanlah si Indra. Biar dia merasakan sakit di Rumah Sakit itu akibat ulahnya sendiri”
“Tapi mba, lo aku boleh tanya, apakah mba pernah ngerasain apa yang aku rasain sekarang ini mba?”
“Lo mirip kisahnya dengan apa yang kau rasakan dan alami sekarang sepertinya tidak, apalagi asal kau tau cinta pertama mba kan kakakmu yang baik itu”
“Ah yang bener mba?”
“Masa mba bohong sih ma adik ipar mba sendiri. Dulu sih sebenarnya waktu kuliah di semester-semester awal, mba pernah ngerasain apa yang orang-orang biasa sebut dengan apa yang namanya cinta. Tapi, mba tetap menganggap apa yang mba rasakan itu hanyalah sekadar kekaguman belaka akan seorang pria yang begitu cerdas dan bijak dalam segala hal. Tapi sayang rasa kagum itu terpupuskan ketika mba tahu akhirnya dia sudah mempunyai pujaan hati. Dan semenjak itulah mba merasa mba nda mau terjerumus dalam kekaguman yang berlebihan karena itu hanya akan membawa kepada hal yang menyakitkan ketika sesuatu itu tak didapatkan”
“Nah terus, kenapa sekarang bisa sama kakaku mba?”
“Ceritanya begitu panjang, Anita”
“Lo begitu, bagaimana dengan perasaan mba dengan lelaki yang pernah mba kagumi waktu itu”
“Mba masih sangat mengagumi hingga kini bahkan mba sangat-sangat mencintainya”
“Kok gitu mba, berarti mba udah ngeduain hati kakaku dong..!”
“Loh ya enda Anita.”