Mohon tunggu...
Igon Nusuki
Igon Nusuki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Akademisi MD UGM

Liberté, égalité, fraternité.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kenali Penyebab Kebodohan Masal di Era Digital

17 Januari 2025   15:34 Diperbarui: 18 Januari 2025   12:27 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era digital yang serba cepat ini, penggunaan teknologi dan media sosial menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. 

Namun, di balik manfaatnya, ada fenomena yang mengkhawatirkan yang dikenal sebagai brain rot, sebuah kondisi di mana seseorang kehilangan fokus dan produktivitas akibat paparan konten yang tidak bermanfaat. 

Di Indonesia, fenomena ini semakin relevan mengingat penetrasi internet yang tinggi, ditambah dengan budaya digital yang didominasi oleh hiburan instan. 

Artikel ini akan mengulas penyebab brain rot, dampaknya terhadap individu dan masyarakat, serta langkah-langkah untuk mengatasi masalah ini demi masa depan yang lebih baik.

Penyebab Brain Rot di Indonesia

1. Paparan Konten Tidak Berkualitas

Media sosial dan platform streaming di Indonesia dipenuhi dengan berbagai jenis konten, mulai dari yang edukatif hingga yang tidak memiliki nilai tambah. 

Sayangnya, konten yang sering viral adalah konten yang cenderung dangkal, seperti prank, drama, atau gosip selebriti. 

Fenomena ini menciptakan budaya konsumsi informasi yang tidak mendalam, di mana masyarakat lebih memilih hiburan instan daripada informasi yang membangun.

2. Waktu Penggunaan Media yang Berlebihan

Menurut laporan Digital 2023 Indonesia oleh Hootsuite (We Are Social), rata-rata orang Indonesia menghabiskan lebih dari 8 jam sehari di internet, dengan sekitar 3 jam di antaranya digunakan untuk media sosial. 

Durasi yang panjang ini tidak hanya mengurangi waktu untuk aktivitas produktif, tetapi juga memperbesar risiko paparan konten yang tidak bermanfaat.

3. Kurangnya Literasi Digital

Rendahnya literasi digital di Indonesia menjadi penyebab utama brain rot. 

Banyak masyarakat yang belum memiliki kemampuan untuk memilah dan memilih informasi yang kredibel. 

Akibatnya, mereka rentan terjebak dalam lingkaran konten hiburan yang tidak memberikan manfaat jangka panjang.

Dampak Negatif Brain Rot

1. Terhadap Individu

  • Penurunan Kemampuan Berpikir Kritis: Paparan konten dangkal secara terus-menerus dapat mengurangi kemampuan individu untuk berpikir secara analitis dan kritis.
  • Menurunnya Produktivitas: Brain rot sering kali membuat individu kehilangan fokus pada pekerjaan atau studi, karena terlalu banyak waktu dihabiskan untuk hal-hal yang tidak relevan.
  • Masalah Kesehatan Mental: Ketergantungan pada media sosial sering kali menyebabkan stres, kecemasan, dan rasa tidak puas dengan diri sendiri.

2. Terhadap Masyarakat

  • Menurunnya Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM): Ketika masyarakat lebih fokus pada hiburan daripada pengembangan diri, kualitas SDM secara keseluruhan akan terpengaruh. Ini menjadi tantangan besar bagi Indonesia dalam menghadapi persaingan global.
  • Budaya Konsumtif yang Mengakar: Brain rot juga mendorong masyarakat untuk lebih konsumtif, dengan membeli produk atau layanan yang tidak benar-benar dibutuhkan hanya karena pengaruh tren di media sosial.
  • Kehilangan Nilai-Nilai Sosial: Fokus pada dunia digital sering kali mengabaikan interaksi sosial nyata, yang dapat melemahkan solidaritas dalam masyarakat.

Studi Kasus dan Data Pendukung

Fenomena brain rot dapat dilihat dari berbagai tren di Indonesia. Sebagai contoh, video prank atau konten sensasional sering kali mendapatkan jutaan penonton dalam waktu singkat, sementara video edukasi cenderung kurang diminati. 

Data dari Google Trends juga menunjukkan bahwa pencarian terkait hiburan jauh lebih tinggi dibandingkan pencarian tentang pengembangan diri atau pendidikan.

Sebuah survei oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2022 mengungkapkan bahwa 89% pengguna internet di Indonesia mengakses media sosial, dengan YouTube, TikTok, dan Instagram sebagai platform terpopuler. 

Ketiga platform ini, meskipun memiliki potensi edukatif, lebih banyak digunakan untuk konsumsi konten hiburan.

Apa Langkah Mengatasi Brain Rot yang Bisa Dilakukan Seseorang?

1. Membatasi Waktu Layar

Seseorang dapat mulai dengan menetapkan batasan waktu penggunaan perangkat digital disetiap hari. 

Menggunakan aplikasi pengelola waktu layar dapat membantu mengontrol durasi penggunaan media sosial dan hiburan lainnya.

2. Memilih Konten Berkualitas

Mengutamakan konsumsi konten yang memberikan manfaat, seperti membaca buku, artikel di Kompasiana.com, mengikuti kursus online, atau menonton video edukatif, adalah langkah penting untuk mengurangi paparan konten dangkal.

3. Meningkatkan Literasi Digital Pribadi

Seseorang dapat belajar cara memilah informasi yang valid dan bermanfaat melalui pelatihan atau membaca sumber terpercaya tentang literasi digital.

4. Mengadopsi Kebiasaan Produktif

Mengganti waktu yang biasanya dihabiskan di media sosial dengan kegiatan seperti olahraga, belajar keterampilan baru, atau berbicara dengan teman secara langsung dapat membantu meningkatkan kualitas hidup.

5. Menciptakan Lingkungan yang Mendukung

Bergabung dengan komunitas atau kelompok yang mendukung pengembangan diri, seperti klub buku atau kelompok diskusi, dapat mendorong seseorang untuk lebih fokus pada hal-hal yang bermanfaat.

Upaya Lebih Lanjut Mengatasi Brain Rot

1. Peningkatan Literasi Digital

Pemerintah, lembaga pendidikan, dan organisasi masyarakat perlu bekerja sama untuk meningkatkan literasi digital. 

Kampanye tentang pentingnya memilih konten yang berkualitas harus digencarkan, terutama di kalangan anak muda. 

Program pelatihan literasi digital dapat membantu masyarakat memahami cara memfilter informasi yang mereka konsumsi.

2. Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat

Peran sekolah dan keluarga sangat penting dalam membimbing generasi muda untuk menggunakan teknologi secara bijak. 

Kurikulum sekolah dapat memasukkan materi tentang literasi digital dan etika bermedia sosial.

Orang tua juga perlu memberikan teladan dengan membatasi penggunaan media sosial dan mengarahkan anak-anak untuk lebih banyak membaca atau melakukan kegiatan produktif.

3. Kebijakan Pemerintah

Pemerintah dapat memberlakukan regulasi yang mendorong produksi dan distribusi konten berkualitas. 

Misalnya, memberikan insentif kepada kreator konten yang memproduksi video edukatif atau program yang mempromosikan pengembangan diri. 

Selain itu, platform media sosial perlu diawasi untuk memastikan bahwa algoritma mereka tidak hanya mempromosikan konten viral, tetapi juga konten yang bermanfaat.

4. Promosi Platform Edukatif

Alternatif platform edukatif seperti Ruangguru, Zenius, atau Coursera harus lebih banyak dipromosikan. 

Dengan memberikan akses yang lebih mudah dan murah, masyarakat dapat diarahkan untuk mengisi waktu luang dengan aktivitas yang membangun.

Kesimpulan

Fenomena brain rot adalah tantangan serius yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia di era digital ini. 

Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh individu, tetapi juga oleh masyarakat secara keseluruhan.

Oleh karena itu, langkah-langkah konkrit seperti peningkatan literasi digital, pendidikan yang relevan, dan regulasi pemerintah diperlukan untuk mengatasi masalah ini. 

Dengan kerja sama semua pihak, Indonesia dapat menghindari bahaya brain rot dan mempersiapkan generasi yang lebih produktif, kritis, dan inovatif untuk masa depan.

Brain rot bukan hanya tentang hiburan yang berlebihan, tetapi juga tentang bagaimana kita sebagai masyarakat dapat mengelola penggunaan teknologi secara bijak. 

Mari bersama-sama menciptakan budaya digital yang sehat demi masa depan Indonesia yang lebih cerdas dan cerah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun