Mohon tunggu...
Iffat Mochtar
Iffat Mochtar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Profesional - Wiraswasta

Country Manager di sebuah Perusahaan Swasta Asing yang bergerak di sektor Pertambangan. Berdomisili di kota minyak Balikpapan, Kalimantan Timur. Memiliki banyak ketertarikan di bidang marketing, traveling, kuliner, membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sayang... Masih Ada Secercah Harapan untuk Kita...

10 Mei 2022   07:00 Diperbarui: 10 Mei 2022   07:04 1675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Penjarahan pada Kerusuhan Mei 1998 di Jakarta | Sumber Foto Choo Youn-Kong/AFP/Getty Images

"Tukang parkir dan abang-abang becak yang setiap hari nongkrong di depan sini pun ikut-ikutan menjarah dan membawa barang-barang jarahan tersebut," tambah mereka lagi.

Sambil mendengarnya aku geleng-geleng kepala serasa masih dalam mimpi. Aku melihat puing-puing yang masih tersisa di dalam toko kami. Etalase kaca yang pecah berantakan dan berhamburan di lantai. Masih terlihat adanya ceceran darah yang sudah mengering bekas para penjarah yang mungkin saling berebutan barang-barang kami kemarin. Rak-rak yang berbahan kayu habis terbakar.

Kami naik ke lantai dua melihat kemungkinan masih adakah barang-barang yang tersisa. Ternyata semua ludes dijarah mulai dari tempat tidur, sofa, lemari pakaian, kompor gas, kulkas dan banyak lagi yang lainnya.

"Gak habis pikir gimana mereka menurunkannya begitu cepat padahal dulu kita begitu sulit untuk menaikkannya ke lantai dua," kataku lirih.

Tampak sedih di wajah istriku.

"Kita kerja setengah mati setiap hari, siang dan malam, sekarang ludes dalam waktu sesaat," jawab istriku pelan.

Terlihat butiran bening mengalir dari sudut matanya.

Ada perasaan jengkel, marah, sedih, putus asa semua berkecamuk menjadi satu. Memikirkan usaha apalagi yang harus dilakukan setelah ini. Kita baru saja memulai usaha semua hancur tak berbekas.

"Ayo kita kembali lagi ke rumah!" ajakku kepada istriku.

"Tak perlu kita sesali lagi. Biarkanlah mereka menikmati barang-barang jarahan dari kita. Belum tentu hidup mereka nanti lebih baik dari kita."

Dalam hati aku menahan rasa amarah yang teramat sangat seolah tak terima dengan perlakuan seperti itu.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun