Warisan Semangat Kepahlawanan
Nabi Muhammad, Rasulullah saw adalah teladan bagaimana mewariskan kebaikan sebagai modal penting kepada generasi sesudahnya untuk tetap berada di jalan pencapaian kesuksesan.
Dua warisan Rasulullah saw yang akan terus menerus menjadi pedoman utama ummat dalam meniti jembatan keberhasilan hidup, termasuk para pemuda hingga akhir zaman adalah Al-Qur'an dan Al-Hadits.
Dengan dua warisan itulah manusia akan mendapatkan kemajuan, keberkembangan, kejayaan, kemakmuran, Â dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Al-Qur'an dan Al-Hadits adalah panduan monumental dalam pengambilan limpahan hikmah dari historis pergolakan juang "para pahlawan: Nabi, sahabat, mujahid, para syuhada, tabi'in, shiddiqin, ulama, dan para da'i."
Maka, hari ini, jika para orangtua menghendaki keberhasilan dan kebahagiaan bagi anak-anak muda, semestinya lah mereka mewariskan Al-Qur'an dan Al-Hadits. Bukan justeru lebih mengedepankan warisan harta, Â pangkat, dan jabatan.
Dengan mempelajari, membaca, menghafal, mengamalkan, dan mengajarkan Al-Qur'an, Â insya Allah, amanah apapun yang akan mereka emban di pundaknya, Â akan aman dan nyaman, Â serta memberikan maslahat yang lebih luas bagi kehidupan ummat dan lingkungannya.
Dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits tercantum bagaimana sesungguhnya menyikapi kucuran karunia Tuhan yang diturunkan sepanjang waktu peradaban. Kemerdekaan sebagai hak kemanusiaan tergolong anugerah berharga yang diterima keturunan Adam dari Tuhan sebagai khalifah fil ardl.
Al-Qur'an dan Al-Hadits menghadirkan petunjuk dan arahan untuk mengungkapkan dan menyatakan kesyukuran atas rezeki mahal kemerdekaan. Memegang kokoh Al-Qur'an dan Al-Hadits, insan penerima penghargaan kemerdekaan akan dapat membedakan yang hak dan yang bathil untuk ditunjukkan, yang layak dan yang tidak wajar untuk ditampilkan.
Para pendahulu bangsa, orangtua, para pejuang, dan para pahlawan telah menorehkan uswah totalitas pengorbanan. Jiwa dan raga, peluh, air mata, dan darah mereka tumpahkan melawan penjajahan demi menggalang semangat dan kekuatan jiwa, Â hingga akhirnya Negara Indonesia meraih kemerdekaan.
Dua abad lamanya Belanda menduduki Indonesia. Tiga setengah tahun rentang waktu pengekangan Jepang terhadap kebebasan bangsa Indonesia. Barangtentu, masih segar dalam benak bangsa, seberapa tragis kesakitan yang dialami bangsa, Â bagaimana pula "sepak terjang dan pergulatan" pelaku kisah nyata pejuang kemerdekaan untuk mempertahankan hidup dan harkat keluarga besar Indonesia.
Bila dibandingkan 73 tahun kemerdekaan yang sedang bangsa Indonesia peringati, maka 3,5 tahun kesewenang-wenangan Jepang belumlah setimpal sebagai pelipur lara bangsa Indonesia ketika itu. Apalagi, kalau ternyata saat ini, anak-anak negeri belum mampu menuliskan kongkrit pembangunan prestasi.
73 tahun kemerdekaan Indonesia, sangat tidak bersanding dengan 200 tahun. Satu abad saja kemerdekaan Indonesia belum berumur. Begitu lamanya Indonesia dicengkram Belanda, sampai berderet keturunan mengalami intervensi ketidakadilan.
Me-review penderitaan bangsa yang sangat lama itu dan me-recharge memori spirit kepahlawanan yang turun-temurun, cukupkah bangsa Indonesia merasa bangga yang beranjak ke euphoria kesombongan, kemudian melepas foya tontonan tak beradab, meneriakkan hingar bingar pelanggaran hukum, adat, dan agama sebagai bukti terima-kasih?
Dengan mengingat sejarah perjuangan orang-orang terdahulu dan para pahlawan diharapkan generasi sekarang dapat senantiasa merenungi makna dan mengingat hakikat kemerdekaan. Hingga lahirlah semangat kepahlawanan untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan dengan segala aktivitas kebaikan dan pembangunan berkelanjutan.
Semangat kepahlawanan harus menjadi ruh perjuangan. Siapa pun yang menginginkan negara ini jaya, bangsa ini maju, daerah ini berkembang, Â dan dirinya sukses menggapai cita, semangat kepahlawanan mesti diadopsi dan ditularkan kepada seluruh lapisan masyarakat.
Semangat kepahlawanan seyogyanya sudah menjadi kepribadian bangsa. Bagaimana pun kondisi dan situasinya kini, karakterisasi semangat kepahlawanan tidak boleh dilalaikan. Semangat kepahlawanan mesti mengalir ke dalam hati, fikir, dan fisik bangsa. Kristalisasi semangat kepahlawanan harus berkesinambungan dalam gerakan.
Bersumber dari semangat kepahlawanan yang sudah melekat dalam diri, akan terbitlah semangat hidup. Beragam tantangan akan dikalahkan. Challanges tidak akan pernah menjadi alasan untuk tidak melanjutkan perjalanan menuju kemenangan. Perkara ekonomi, finansial, dan bermacam kekurangan kebutuhan hidup malah akan menjadi pemicu mesin motivasi dan batu loncat untuk melambung lebih tinggi sampai menggapai "bintang".
Dimensi Semangat Kepahlawanan
Semangat kepahlawanan yang harus terpaut kepada pribadi bangsa zaman ini untuk menyinari masa future adalah berhati pahlawan, berfikir pahlawan, dan berfisik pahlawan.
1. Berhati Pahlawan
Hati pahlawan itu diisi dengan keyakinan, ketulusan, ketabahan, kesyukuran, keteguhan, Â kerendah-hatian, kepasrahan, kelembutan dalam menerima karunia dan kebaikan.Â
Dalam hatinya tidak ada kebencian, permusuhan, kemaraham, iri, dengki, dendam, riya, sum'ah, dan penyakit batin lainnya. Hati pahlawan hanya dipenuhi cinta. Cinta yang menumbuhkan patriotisme dan heroisme.
Tindakan-tindakan hebat para pahlawan itu tanpa pamrih. Kerja-kerja pahlawan tanpa dinilai dengan imbalan materi. Pahlawan berlaku dengan landasan kebeningan nurani. Pahlawan bersyi'ar dengan pondasi panggilan qalbu. My country is my heart. My soul is my peace.
"Hatinya merasa tenteram dengan keimanan. " (QS. An-Nahl: 106)
Sebab itu, para remaja dan pemuda, bahkan tetua, hendaknya beribadah bukan karena ingin mendapatkan pujian manusia. Beramal shalih bukan untuk mencari perhatian dan pencitraan.Â
Membantu sesama bukan sekedar mencari konstituen politik. Berbagi manfaat bukan bermaksud meraup suara pemilih. Melayani bukan dengan tujuan untuk mendapatkan suatu kepentingan sesat dan sesaat. Berkinerja bukan karena harus disuruh dan dipaksa oleh pihak lain. Sekolah dan mengaji karena tuntutan keluarga. Adegan-adegan positif dilakoni sepenuh hati berisi mahabbah kepada Tuhan Yang Maha Mencipta.
Anehnya, generasi hari ini, sepertinya lebih cenderung berkelakuan berdasarkan iming-iming "jajanan". Kalau belajar diupah dan menolong pun digaji. Berpartisipasi didongkrak oleh keinginan terhadap pangkat, Â jabatan, Â proyek, Â dan kekayaan. Berteman atas penilaian jumlah kepemilikan aset. Berkerabat atas sokongan elektabilitas semata.
Padahal, pernak-pernik hanyalah pakaian dunia yang tidak akan pernah dibawa mati jika semuanya tak berguna bagi stabilitas ukhuwah. Aksesoris yang tersangkut di almamater dunia tidak akan berbuah jejak manis, bila sama sekali tak menyimpan jasa. Semua sirna dan binasa, kecuali berpointen ketaatan kepada Yang Maha Kuasa.
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal." (QS. Al-Anfal: 2).
2. Berfikir Pahlawan
Fikir pahlawan itu visioner. Melihat jauh ke depan. Bercita-cita yang tinggi. Memiliki impian yang besar. Sebagaimana pesan Bung Karno, Â sang proklamator kemerdekaan RI, "gantungkanlah cita-citamu setinggi bintang di langit. "
Untuk menggapai visi dan menjalankan misi kehidupan lewat program amal shalih, fikir pahlawan itu diliputi optimisme dan positif thinking. Pahlawan tidak akan pernah putus asa dengan semua kegagalannya menghadapi rintangan.Â
Baginya, kegagalan merupakan sekedar pintu masuk menuju keberhasilan. Masanya, seluruh pintu penghalang itu mampu dibuka dengan baik, Â maka impiannya akan terwujud dengan terang benderang.
Penolakan-penolakan terhadap proposal kehidupannya tidak akan mampu mengubah cara pandang pahlawan. Fikiran positif akan mempertahankannya untuk tetap berada di jalan kebaikan dalam mencapai keinginan yang dilandasi kebutuhannya terhadap kebaikan itu. Tanpa berfikir mundur dan terkapar pada kubang kejatuhan, ia akan melangkah tegap, atau bahkan, meskipun ia harus merangkak dan terseok-seok menyusuri lorong kelam ke arah puncak cahaya obsesinya.
Sayangnya, seringkali penduduk negeri modern lebih berfikir instan. Tak sanggup membiayai keperluan rumah tangga, hutang menggunung, Â tuntutan keluarga semakin meninggi, Â akhirnya ambil pintasan, jual diri, Â gadai martabat, Â lelang anak. Lebih tragisnya, ada yang sampai bunuh diri, Â tikam pasangan hidup, gorok anggota keluarga, Â dll.
Lemahnya keadaan keuangan dan menurunnya posisi ekonomi menjadi excusing subur untuk tidak lagi sekolah, tidak lagi mengikuti jalur pendidikan, Â ujungnya terkatung-katung, terserak pengangguran, terabunnya pandangan, teruntuhnya bangunan harapan. Di tengah badai keterombang-ambingan, Â ibarat buih, Â terhempas tanpa arti.
Seakan mahkotanya menjelma sampah yang selayaknya hanya disapu, dibuang, dibakar, dan dimusnahkan. Betapa tidak, kehidupannya telah terjebak lumpur problem psikis dan sosial. Anak belia melawan ayah bundanya, remaja culun bergabung geng preman, pemuda polos direkrut bomber, Â akibatnya perkelahian, penganiayaan, perampokan, Â pencurian, Â semakin sulit dielakkan.
Seandainya, fikiran pahlawan yang terletak pada otaknya tidak tertutup paradigma negatif yang terlalu singkat dan naif, Â keluhan-keluhan akan terhempas, solusi-solusi akan terlihat, rute dan peta akan menyeruak. Â
"Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka." (QS. Ath-Thalaq: 2-3).
Yang tak punya transportasi, Allah hadirkan kendaraan, yang tak punya pekerjaan, Allah lebarkan lowongan, yang kurang ongkos pendidikan, Â Allah cukupkan, selama hamba masih menyadari kehambaannya, Â tidak putus asa, Â tidak menyerah begitu saja, Â berfikir komprehensif, Â mengkaji keseluruhan.
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya." (QS. Al-Baqarah: 286)
Situasi ekonomi yang menurut kalkulasi akal semakin menurun, tidak akan pernah hinggap sebagai tembok pembatas ikhtiar, ketika semangat hidup terhunjam di lubuk fikir para pendamba al-najah. Hitungan kepala manusia berada lebih rendah daripada matematika logika Tuhan semesta.
"Kalau saja orang yang rendah cita-cita itu mau memikirkan resiko dan segala kemungkinan buruk yang akan menimpa dirinya, pasti ia akan menganggap cita-cita rendah itu sebagai musuh yang harus diperangi. Tidak akan ia biarkan dirinya terjerat cita-cita rendah, dan nama baiknya jatuh di hadapan manusia, Â meskipun untuk itu ia harus rela meninggalkan pola hidup berleha-leha," ungkap Ibnu al-Jauzi.
Tuhan lebih memperhatikan loyalitas proses, disamping konsentrasi hasil. Bagi-Nya, perputaran mesin produktifitas yang kian kencang dan tidak mengenyampingkan balancing, akan mengeluarkan output apresiasi yang semakin bermakna. Sehingga, penuangan mindset pahlawan untuk berkompetisi di pentas para fighter merupakan kewajiban untuk mengeksiskan pendirian kemerdekaan.
3. Berfisik Pahlawan
Fisiknya pahlawan itu kokoh, tahan lembab, tahan banting, tahan bertaruh menghadapi berbagai bentuk penindasan dan tekanan. Walaupun, Â fisik para pahlawan itu banyak diilustrasikan kurang berotot dan tidak gemuk, bahkan hanya tergambar tulang rusuk sangkin kurus kerempengnya, Â namun fisiknya tetap berani melawan senjata lengkap para penjajah.
Bayangkan, dengan beralat bambu runcing dan senjata seadanya, bangsa Indonesia mampu melawan kekuatan kolonial hingga negara merdeka.
Bagaimana mungkin, generasi hari ini, tidak bisa tampil sehat, bugar, dan kuat secara fisik sedangkan makanan kesehatan sudah lengkap, sudah bebas ditanam dan dikonsumsi. Suplemen kesehatan bermacam bentuk. Pusat kesehatan dan latihan olahraga kian menyebar.
Bagaimana jadinya, kalau raga kita tidak siap bertarung dalam kancah ketenagakerjaan dengan asing dan aseng.
Sekian banyak contoh ketidaksempurnaan fisik yang kita jumpai, tetap saja tidak menyurutkan upaya mereka untuk bisa berbuat maksimal dan menorehkan hasil dan pukau yang luar biasa.
Berpanas, berhujan, dan berembun adalah resiko perjuangan yang tidak akan pernah bisa dipungkiri dimana pun dan sampai kapanpun. Segala jenis cuaca, mau atau tidak mau, akan dirasakan, apapun konsekuensinya. Bagi para pahlawan, Â semuanya menjadi bagian dari pengungkit gelora pengorbanan.
"Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (QS. Al-Baqarah: 214).
Agar Semangat Kepahlawanan Terpatri
Bagaimana agar semangat kepahlawanan ini bertumbuh dan berkembang, terjaga dan terawat? Masjid menjadi sentralnya.
"Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain Allah, maka merekalah yang termasuk golongan orang-orang yang selalu mendapat petunjuk (dari Allah Ta'ala)." (QS. At-Taubah: 18).
1. Me-masjid-kan Hati
Hati pahlawan ditumbuhkan, dijaga, dirawat, dan dikembangbiakkan melalui optimalisasi peranan diri di lingkungan masjid. Pelibatan diri dalam ibadah wajib harian. Amal shalih sunnah harian. Shalat, Â dzikir, Â doa, Â shalawat, Â tilawah, zakat, shadaqah, dan shaum akan membuat hati tetap hidup.
"Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku." (QS. Al-Baqarah:152)
Dengan senantiasa mendekatkan diri ke masjid, iman sebagai tameng dan pengontrol diri dari pengaruh ma'shiyat dan kemunkaran akan bekerja maksimal menjalankan tugas dan fungsinya.
"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati-hati mereka menjadi tenteram dengan berdzikir (mengingat) kepada Allah. Ingatlah, hanya dengan berdzikir (mengingat) kepada Allah-lah, hati akan menjadi tenteram". (QS. Ar-Ra'd: 28).
2. Me-masjid-kan Fikiran
Fikir pahlawan disuntikkan di masjid. Masjid sebagai pusat penuntutan ilmu dan perolehan kajian pencerahan akan selalu mengasah fikir agar tetap berada pada koridor kepahlawanan.
Pembentukan kelompok bimbingan mental, intensifikasi kajian-kajian, pemberdayaan kreatifitas beride, bergagasan, Â dan berpendapat baik berperahu struktural keremaja-masjidan, ataupun pengagendaan program pembinaan intelektualitas keberagamaan dan kebernegaraan ke Parsadaan Naposo Nauli Bulung Huta berasaskan relijiusitas dan adat istiadat dapat dikategorikan sebagai alternatif bentuk aktualisasi semangat kepahlawanan dari sekian ragam lembaran saran kepada kader milenial.
Pendidikan Informal, di mana para dewasa atau orangtua mengajak anak-anaknya meramaikan masjid. Pendidikan Non Formal, dimana Pengajian alif ba ta, Taman Pendidikan Al-Qur'an, Â Madrasah Diniyah Takmiliyah, Majelis Taklim, diaktifkan dan dipedulikan di masjid dan sekitarannya.Â
Pendidikan formal, Â yang mana Raudhatul Athfal sederajat, Madrasah Ibtidaiyah sederajat, Â Madrasah Tsanawiyah sederajat, Â Madrasah Aliyah sederajat, Â dan Pondok Pesantren membasiskan operasional pendidikannya ke arah pemakmuran masjid, Â berkonsentrasi pada profesionalisasi pengelolaan masjid, Â serta aktivitas pendidikan terfokus di masjid dan lingkungannya akan men-syumuliahkan pemahaman terhadap urgensitas kesyukuran atas kemerdekaan.
Semakin fikirnya tercelup pendidikan masjid dengan ayat-ayat qauliyah, semakin pula ia akan menerawang i'tibar dari ayat-ayat kauniyah. Setiap kali ia menatap fenomena ciptaan Allah SWT, setiap itu pula ia akan menangkap ma'rifat dan hakikat kebesaran Yang Maha Menciptakan.
Setelah mengeja dan menginterpretasi tekstual ayat-ayat Tuhan di bangku madrasah dan atau di lingkaran tsaqafah para penuntut semangat kepahlawanan akan mengkoneksikan dengan kontekstualitas keajaiban-keajaiban alam. Hasil presentasi nalar terhadap bentang akumulasi abjad kedahsyatan kitab qira'at itulah yang akan menyelinap kuat ke peradaran sistem otak para santri pahlawan. Efeknya akan mengagumkan pola fikirnya yang kian tercerdaskan.
"Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan." (QS. Ar-Ra'd: 3)
"Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir." (QS. Al-A'raf: 176)
3. Me-masjid-kan Fisik
Fisik pahlawan dibangkitkan dari masjid. Berjalan kaki ke masjid dan dari masjid, Â gerakan ibadah shalat di masjid adalah bagian dari olahraga. Lalu, Â efek dari rangkaian gerakan di masjid, tersebarlah harakah rihlah dan nafkah untuk memenuhi kebutuhan ma'isyah dan a'isyah. Hamparan bumi, Â pelosok nusantara, Â bentangan samudera, Â dan jajaran bebukitan akan berlaku sebagai wadah pengabdian.
Plus, Â ketersediaan lingkungan masjid dengan arena training dan gymnastik, dilengkapi fasilitas kegiatan olahraga yang lain, seperti badminton, tenis meja, volly ball, panahan, dan kuda, maka akan memperjelas keterlibatan masjid dalam menjaga fisik prima kepahlawanan.
Ketersediaan klinik kesehatan, baik medis kedokteran ataupun herbalis akan memastikan bahwa masjid merupakan hotspot vitalitas tubuh para penyambung estafet kepahlawanan.
Maka, dengan optimalisasi peran dan fungsi masjid sebagai sentral pendidikan warga adalah usaha membangkitkan "Semangat Kepahlawanan. " Semangat yang akan selalu menjalankan roda perubahan ke arah yang lebih baik bagi NKRI, bagi bangsa Indonesia dalam rangka mengisi kemerdekaan.
Kesungguhan diri dalam pemakmuran, pengelolaan, dan pemberdayaan masjid akan semakin mengeratkan semangat kepahlawanan kepada sikap, Â ucap, dan tingkah polah. Kemalasan dan kealpaan diri dalam mengikuti kaifiyat pengambil-bagianan pembinaan di masjid, Â akan mendorong diri kian terhempas jauh ke jurang kehancuran
Narkoba yang merajalela, zina yang menderas, miras yang menyerak, judi yang merebak, korupsi yang menular, Â teroris menggerilya, paham sesat yang mengintai, Â pelecehan dan caci maki yang membudaya, kriminalitas dengan banyak motif dan type yang menggelombang bak virus radikal atau kanker stadium tinggi akan menggerogoti kemantapan raga, bahkan akan menerkam habis jasad.
Dahulu  orang-orang kurus kerempeng sebab siksaan oranglain, yaitu kekurangan makanan, kerja paksa yang diberlakukan tanpa upah, pukulan para kompeni yang tak berprikemanusiaan. Sekarang, banyak orang kurus akibat siksaan diri sendiri,  yakni menelan pil haram,  menghirup obat terlarang, dan memakan "racun".
Andaikan keadaan ini masih terus berlanjut, maka diri sedang dijajah oleh kolonialisme zaman now. Diri menjajah diri sendiri. Teman menindas saudara sendiri. Sesama anak bangsa saling membodohi dan menjatuhkan.
Mendamba Semangat Kemerdekaan
Berita yang menyayat sanubari dan akal sehat, Â beberapa hari yang lewat, Â saya membaca berita di koran Harian Metro Tabagael, kejadiannya di daerah Kota Padangsidimpuan, Â seorang anak perempuan yang masih sangat belia, umur 13 tahun, Â duduk di bangku Kelas 6 SD, ternyata sudah mengandung dua bulan. Â
Kegadisan putri kecil itu diduga direnggut oleh teman lelakinya yang selama ini dianggapnya sebagai pacar. Bermaksud menggugurkan kehamilan kekasih mungilnya, Â si pacar ingusan memberinya pil anjing untuk dikinsumsi. Â
Konon kabarnya mencapai 30 butir. Akibat over dosis, Â bukan hanya benih bayi yang tersimpan dalam rahimnya yang terbunuh, Â tapi sekalian ibu ciliknya pun tewas menyisakan gores pilu dan keheranan bagi keluarga, handai taulan, Â dan lapisan masyarakat.
Sebeginikah kualitas generasi penyambung gairah kemerdekaan di tahun-tahun millenium ini. Belum pula, Â kalau diexplore ke setiap sudut-sudut perkampungan, Â di pojok-pojok perkotaan, atau dahsyatnya lagi di jantung-jantung wilayah pusat pemerintahan, tidak akan tertutup kemungkinan, Â eksploitasi sexual anak, Â pergaulan bebas, Â pelecehan wanita, Â married by accident akan banyak ditemukan.
Kemudahan kaum perempuan terbuai rayuan maut yang penuh kebohongan dan penipuan kaum pria berhidung belang ditopang oleh minimnya bimbingan semangat kepahlawanan, baik di dalam keluarga, maupun di tengah warga. Sedikitnya peranan keteladanan orangtua, Â lambannya eksekusi dakwah para aktivis, Â melempemnya sistem manajemen yang ditanggungjawabi pemerintah, Â menohok semerbaknya peristiwa-peristiwa memalukan.
Kepercayaan kita,  kejadian biadab begituan bukanlah angan-angan individual dan jamaah negeri ini yang kata Anis Matta ibarat sepenggal firdaus, Koes Plus menyebut dalam lirik lagunya sebagai  "kolam susu". Olehnya, agar tamparan etika itu tidak pernah terulang di lingkaran berlangsungnya kemerdekaan berketuhanan,  berprikemanusiaan,  berpersatuan,  berpermusyawaratan,  dan berkeadilan sosial,  lapisan elemen stakeholders darurat bergandeng-tangan merumuskan, lalu merealisasikan rumusan itu ke fakta lapangan. Non stop, kontiniu,  non kompromi,  non "hangat-hangat tai ayam".
Gejolak semangat kepahlawanan yang tertuang dalam implementasi nyata kehidupan itulah kemudian yang menjadi indikasi kesyukuran atas nikmat kemerdekaan. Mengkarakterkan semangat kepahlawanan dan mendistribusikannya dalam karya nyata adalah cara yang seharusnya diaplikasikan dalam "Mensyukuri Kemerdekaan. "
Firman Allah SWT, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. Â Ibrahim: 7)
Mensyukuri kemerdekaan, Â akan berdampak besar pada kesejahteraan. Sebaliknya, Â mengkufuri kemerdekaan akan berefek keburukan yang luas. Barangkali, Â tercabutnya keberkahan yang berlanjut dengan landaan bencana yang bertubi, fitnah dan propaganda yang memicu konflik sosial merupakan diantara contoh efek kekufuran itu.
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS. Al-A'raf: 96).
Evaluasi diri adalah kuncinya. Taubat nasuha secara nasional dan universal adalah gerbangnya. Â Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang pandai mensyukuri kemerdekaan. Mudah-mudahan kita dijauhkan dari marabahaya kema'shiyatan dan kezhaliman. Sampai NKRI tetap utuh bersama kemerdekaannya. Â Amiin.
"Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allh Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata, Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi katakanlah, Ini telah ditakdirkan Allh, dan Allh berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan syaitan." (HR. Muslim; Ahmad; Ibnu Mjah; dan an-Nas-i).
Kita mesti percaya dan camkan dalam tekad yang bulat bahwa kesemena-menaan tirani pengadu domba, Â konspirasi absolutisme pencaplokan kebebasan bertanah air, ekspansi geografis yang substansial didorong mentalisme imperialis, pengkacungan paksa bibit-bibit kesatria, Â penanaman hidup-hidup calon-calon pemimpin sejati akan benar-benar hilang selamanya dari tanah air Indonesia raya.Â
Dan, putra putri Sang Saka Merah Putih tidak perlu khawatir lagi, bahwa segala bentuk dosa-dosa besar pendurhakaan terhadap ibu pertiwi tidak akan pernah terulang kembali. Sampai nanti. Sampai dunia selesai. Insya Allah. Â Amiin.
Allahu Akbar...! Merdeka...!
Wallahu A'lam bil shawab.
#AyokeMasjid
#MenjadiPemudaBerpendidikan
Muhammad Idrismn Mendefa
Ketua PD JPRMI Kab. Padang Lawas,
Ketua Lembaga Al-Mahabbah,
Kasi Pengupahan dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Â Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial, Dinas Tenaga Kerja Kab. Padang Lawas
---
Tulisan ini diinspirasi, Â dirapikan, Â dan dikembangkan dari Khutbah Jum'at yang saya sampaikan di Masjid Desa Sipagabu, Â Kec. Aek Nabara Barumun dalam Safari Jum'at, Â 24/8/2018 dan Taujih Kemerdekaan di Mushalla Al-Mahabbah, Desa Gunung Baringin, Â Kec. Sosa, Â Kab. Padang Lawas, Â Jum'at, Â 17/8/2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H