Oleh:
IDRIS APANDI
Tulisan ini merupakan sebuah catatan dari kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat) Instruktur Provinsi (IP) Kurikulum 2013 (K-13) jenjang SD yang Saya ikuti tanggal 18 sampai dengan 22 April 2016 yang bertempat di sebuah hotel di Tangerang. Pada kegiatan diklat K-13 kali ini, ada sesuatu yang berbeda, yaitu pada mata diklat observasi pembelajaran.
Praktek pembelajaran awalnya cukup menggunakan pembelajaran teman sebaya (peer teaching) dimana salah seorang peserta diklat yang menjadi guru model mengajar di hadapan peserta yang lain yang berperan dengan sebagai murid dengan waktu yang terbatas,menjadi pembelajaran dengan menggunakan setting kelas yang nyata (real teaching) dimana guru model mengajar di hadapan siswa secara utuh dari awal sampai dengan akhir pelajaran.
Pada saat observasi pembelajaran, tim kelas kami menuju sebuah SD Islam Cikal Harapan I yang berada di Bumi Serpong Damai (BSD) Kota Tangerang Selatan. Ketika sampai ke sekolah, kami disambut oleh Kepala Sekolah dan guru di sekolah tersebut. Selanjutnya kami melakukan pertemuan singkat untuk membahas teknik pelaksanaan. Setelah itu, kegiatan dilanjutkan dengan observasi kelas. Kelompok kami yang beranggotakan sebanyak tujuh orang ditugaskan untuk melakukan observasi di kelas I.
SD Islam Cikal Harapan I yang tampak asri dan megah menjadi salah satu sekolah yang dijadikan sebagai lokasi real techingdan observasi kelas. Foto (Dok. Pribadi).
Kelompok kami menyepakati menunjuk Bu Madiyana, seorang peserta diklat dari Papua Barat yang sehari-harinya bertugas mengajar di kelas I untuk menjadi guru model. Pada saat kelompok kami masuk ke kelas yang dituju, guru dan para siswa telah menunggu dan menyambut kami.
Ketika kami masuk, kelas yang awalnya tenang menjadi sedikit gaduh karena suara siswa. Mata-mata mereka tertuju kepada kami dengan penuh kepenasaranan. Sebenarnya, Bu Emil, sang guru kelas telah menyampaikan kepada para siswa bahwa pada hari tersebut akan tamu istimewa yang akan datang ke kelas mereka. Terdengar salah satu anak bertanya kepada Bu Emil, guru yang biasa mengajar di kelas tersebut, “kok tamu yang datang sedikit bu? Bukannya banyak?”, bu Emil menjawab bahwa tamu yang lain berkunjung ke kelas yang lainnya. Dari pertanyaan tersebut, nampak bahwa para siswa memiliki kemampuan kritis.
Di depan kelas, tim kami satu per satu memperkenalkan diri secara bergiliran. Setelah masing-masing memperkenal diri, kami pun melaksanakan tugas sesuai dengan tugas yang telah disepakati bersama. Dua rekan kami, Pak Dani Tohir dan Pak Hadian bertugas untuk melakukan observasi lingkungan sekolah dan melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah, sedangkan sisanya tetap di dalam kelas.
Anggota kelompok kami memperkenalkan diri di hadapan para siswa. (Foto : Dok. Pribadi).
Bu Madiyana, sebagai guru model memulai pelajaran. Kelas tampak masih ribut. Bu Madiyana masih berusaha untuk menyesuaikan diri dan berupaya menenangkan siswa kelas I yang memang terlihat juga belum “klik” dengan “guru dadakan” mereka. Menenangkan anak kecil memang tidak semudah menenangkan orang dewasa. Perlu kesabaran yang ekstra.
Bu Madiyana sebagai Guru Model sedang melakukan apersepsi. (Foto: Dok. Pribadi).
Diantara sekian banyak orang siswa, ada seorang siswa yang nampaknya kurang betah duduk di kursinya. Dia lebih suka berdiri atau bergerak menganggu teman-temannya. Walau demikian, dengan sabar Bu Madiyana dibantu oleh Bu Emil, dan teman-teman kami, mencoba menenangkan anak tersebut. Sejenak usaha tersebut berhasil, tetapi setelah itu, sang anak kembali keluar dari mejanya, bergerak ke depan kelas atau mengajak bermain teman-temannya. Walau demikian, Bu Madiyana tetap sabar melanjutkan pembelajarannya. Setekah Saya tanya kepada gurunya, ternyata siswa tersebut memang sehari-harinya kebiasaannya seperti itu, aktif sekali, dan senang menari.
Pada saat itu, tema yang dipelajari adalah tentang musim hujan dan musim kemarau. Sebagaimana yang diamanatkan pada revisi K-13, pembelajaran harus berbasis kepada aktivitas siswa dan menerapkan pendekatan saintifik yang terdiri dari 5M (mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi/menalar, dan mengomunikasikan), bu Madiyana sebagai guru model mencoba mengaktifkan siswa. Bu Madiyana membentuk siswa menjadi beberapa kelompok, kemudian menugaskan masing-masing kelompok untuk memasangkan gambar perlengkapan yang suka dipakai pada musim hujan dan musim kemarau.
Pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh Bu Madiyana adalah pendekatan belajar aktif dengan berpusat kepada siswa (student active learning).Pembelajaran aktif adalah belajar yang memperbanyak aktivitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dari berbagai sumber, untuk dibahas dalam proses pembelajaran dalam kelas, sehingga memperoleh berbagai pengalaman yang tidak saja menambah pengetahuan, tapi juga kemampuan analisis dan sintesis (Rosyada dalam Nurhayati, 2008).
Metode yang digunakan disamping ceramah, juga metode penugasan. Selama pembelajaran, Bu Madiyana, mencoba untuk mengeksplorasi kemampuan siswa. Intake siswa yang relatif bagus menyebabkan mereka tidak terlalu sulit diarahkan dan dapat menyelesaikan tugas-tugas dengan relatif cepat dan tepat.
Para siswa secara antusias memasangkan gambar-gambar yang terkait dengan musim hujan dan musim kemarau pada kertas plano. (Foto : Dok. Pribadi).
Sesuai dengan konsep pembelajaran tematik, Bu Madiyana mengaitkan dengan beberapa tema mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Matematika, dan Seni Budaya dan Prakarya. Bu Madiyana dengan telaten berkeliling membimbing para siswa yang sangat aktif. Walau demikian, para siswa yang meminta untuk diperhatikan membuat Bu Madiyana sedikit kesulitan, oleh karena itu, rekan satu tim kami Bu Yetti, Bu Yayuk, dan Pak Heri membantu Bu Madiyana, dan kelas pun relatif bisa dikendalikan.
Bu Yayuk ikut membimbing siswa mengerjakan tugas. (Foto : Dok. pribadi)
Bu Yetti ikut membimbing siswa ketika belajar. (Foto : Dok. pribadi)
Untuk mengajarkan membaca nyaring secara kelompok, bu Madiyana meminta para siswa untuk mengulang setiap kalimat yang dibacanya. Setelah membimbing membaca secara kelompok, Bu Madiyana meminta satu per satu siswa untuk membaca nyaring sambil bergerak dari bangku ke bangku yang lain sekaligus membimbing meraka.
Seorang siswa ditugaskan untuk sedang membaca nyaring. (Foto : Dok. pribadi)
Seorang siswa diminta membaca nyaring di depan kelas. (Foto : Dok. pribadi)
Gambar Buat Saya Mana?
Untuk menunjang kelancaran pembelajaran, Bu Madiyana telah menyiapkan alat peraga atau media pembelajaran berupa gambar yang diprint. Karena gambarnya terbatas, maka Bu Madiyana memutuskan untuk memperlihatkan gambar-gambar tersebut melalui layar TV yang ada di depan kelas. Para siswa begitu antusias memperhatikan gambar-gambar yang ditayangkan dan menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh guru.
Gambar yang diprint yang terlanjur telah perlihatkan kepada siswa mengundang perhatian mereka. Ada beberapa anak yang datang menghampiri ke meja guru dan meminta gambar tersebut untuk diwarnai. Maka, gambar tersebut diberikan kepada beberapa siswa yang memintanya, lalu mereka dengan penuh semangat mewarnainya. Siswa yang belum kebagian gambar pun datang ke depan guru dan bertanya “gambar buat Saya mana? Saya juga pengen menggambar.” Pinta salah seorang siswa.
Siswa yang mendapatkan gambar ada yang bertanya, “gambarnya harus diwarnai dengan warna apa? Guru memberikan kebebasan kepada mereka untuk mewarnainya dengan warna yang sesuai dengan kesukaan mereka. Mereka tampak asyik mewarnai gambar, setelah selesai, mereka mendatangi guru dan meminta guru meminta agar hasil kerjanya dinilai oleh guru.
Bu Madiyana kemudian memberikan tugas kepada para siswa untuk menuliskan nama-nama barang yang biasa digunakan pada musim hujan dan musim kemarau pada Lembar Kerja (LK) yang tersedia. Hampir semua siswa asyik mengerjakan LK sesuai dengan petunjuk yang diberikan guru. Bu Madiyana juga melakukan penilaian proses pada selama pembelajaran.
Bu Madiyana sedang melakukan penilaian proses dalam kegiatan pembelajaran.
(Foto : Dok. pribadi)
Kenzie
Di saat Bu Madiyana sebagai guru model menyampaikan materi pelajaran, ada seorang siswa yang menarik perhatian kami. Dialah Kenzie, seorang anak yang berdasarkan informasi yang kami dapatkan dari gurunya adalah anak yang cerdas, mandiri, percaya diri, dan memiliki rasa ingin tahu tinggi. Hampir selama kegiatan pembelajaran Kenzie selalu aktif, tidak mau diam di mejanya. Dia menghampiri hampir semua meja teman-temannya di hampiri sehingga kadang guru mengingatkan dan membujuknya untuk kembali ke mejanya.
Dia memiliki kepercayaan diri tinggi, tidak malu-malu, sungkan, atau minder terhadap kami, orang yang baru bertemu dengannya. Dia berani bertanya dan menyampaikan pendapat, mandiri dalam belajar, dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Ada kejadian menarik ketika Bu Madiyana menjelaskan tentang fungsi Thermometer sebagai alat untuk mengukur suhu tubuh, Kenzie bertanya apakah thermometer bisa digunakan untuk mengukur suhu matahari? Ketika siswa yang lain mengerjakan tugas, Kenzie maju ke meja guru. Dia mengambil thermometer yang ada di atas meja guru. Setelah itu, dia menghampiri laptop yang ada di meja guru, lalu dia mengukur suhu laptop yang ada di atas meja. Tertulis 39 derajat celcius. Setelah itu, dia mengukur suhu tubuhnya sendiri, dan tertulis 37 derajat celcius.
Pendekatan Saintifik
Disamping kagum, kami pun merasa terhibur yang dilakukan dilakukan oleh Kenzie. Dalam konteks pendekatan saintifik, hal yang dilakukannya adalah merupakan bentuk penerapan dari pendekatan saintifik, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan/ menalar, dan mengomunikasikan. Walau demikian, pada revisi kurikulum 2013 telah ditetapkan bahwa pendekatan saintifik, bukan satu-satunya pendekatan yang bisa digunakan dalam pembelajaran, langkah-langkahnya tidak harus selalu diawali dengan mengamati, dan tidak harus muncul secara keseluruhan dalam satu kali pertemuan, disesuaikan dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi.
High Order Thinking(HOT)
Pembelajaran pada kurikulum 2013 juga menekankan tentang pentingnya penerapan kemampuan berpikir tingkat tinggi High Order Thinking (HOT). Pada kegiatan yang mengembangkan HOT, guru dituntut untuk merancang pembelajaran yang menantang, membangun kemampuan berpikir kritis, menganalisis, mengonstruksi sendiri sebuah definisi dari sebuah konsep, menemukan, menyusun dan menerapkan langkah-langkah memecahkan masalah, menyimpulkan, merefleksikan.
Sebelumnya, HOT hanya diterapkan pada jenjang SMP dan SMA, tetapi saat ini HOT diterapkan mulai dari jenjang SD/sederajat sampai dengan jenjang SMA/sederajat. Dulu, kegiatan belajar lebih dititikberatkan kepada kemampuan kognitif (cognitive)tingkat rendah (low order thinking),seperti mengetahui (C-1), memahami (C-2), dan menerapkan (C-3), sedangkan saat ini proses belajar perlu ditingkatkan kepada ranah menganalisis (C-4), mengevaluasi (C-5), dan mencipta (C-6). Teori yang menjadi rujukan adalah Taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Krathwohl dan Anderson tahun 2001.
(Sumber : www.gurupembaharu.com)
Setiap kategori dalam Revisi Taksonomi Bloom terdiri dari subkategori yang memiliki kata kunci berupa kata yang berasosiasi dengan kategori tersebut. Kata-kata kunci itu seperti terurai di bawah ini
Mengingat : mengurutkan, menjelaskan, mengidentifikasi, menamai, menempatkan, mengulangi , menemukan kembali, dsb.
Memahami: menafsirkan, meringkas, mengklasifikasikan, membandingkan, menjelaskan, mebeberkan, dsb.
Menerapkan : melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktekan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi, dsb
Menganalisis : menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, mengubah struktur, mengkerangkakan, menyusun outline, mengintegrasikan, membedakan, menyamakan, membandingkan, mengintegrasikan, dsb.
Mengevaluasi : menyusun hipotesi, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, mebenarkan, menyalahkan, dsb.
Berkreasi : merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, membaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, menggubah, dsb.
Kenzie mengukur suhu laptop dengan menggunakan thermometer. (Foto : Dok. Pribadi)
Kenzie mengukur suhu tubuh dengan menggunakan thermometer. (Foto : Dok. Pribadi)
Selain itu, dia pun menulis di papan tulis ketika teman-temannya mengerjakan tugas. Dia seperti asyik belajar sendiri di kelas, kurang memperhatikan instruksi guru dan kesibukan teman-temannya. Ketika sang guru mendekatinya, dia justru tampak kurang nyaman. Wajahnya yang ceria, berubah menjadi tampak malu dan terdiam. Dia lebih enjoykalau dia belajar sendiri dibandingkan ada guru di depannya.
Kenzie, salah seorang siswa tampak menulis sendiri di papan tulis. Walau sudah mencoba diingatkan untuk duduk di mejanya, Kenzie tetap maju ke depan dan menulis di papan tulis. (Foto : Dok. pribadi)
Dalam pandangan kami, Kenzie termasuk anak yang cerdas, memiliki daya imajinasi yang berbeda dengan teman-teman yang lainnya, tinggal mendapatkan bimbingan khusus yang lebih intensif dari orang tua dan guru, bahkan jika diperlukan berkonsultasi dengan psikolog agar bakat dan minatnya bisa teridentifikasi dan dapat diarahkan. Ketika guru memintanya untuk menuliskan tentang nama-nama barang yang dipakai pada musim hujan dan musim kemarau pada LK yang telah disediakan, Kenzie justru membuat pesawat menggunakan kertas lipat dan menempelnya pada LK. Hasil kerjanya beda sendiri dengan hasil kerja teman-temannya.
Dia tampak kurang fokus mengikuti materi pelajaran yang disampaikan oleh guru, tetapi asyik dengan dunianya sendiri. Walau demikian, kami justru melihat bahwa anak ini memiliki potensi, kreativitas, dan memiliki kecerdasan kinestetik. Gaya belajarnya termasuk gaya kinestetik karena disamping dia banyak bergerak, dia pun sering memukul-mukul meja. Jika potensinya diasah, mungkin dia akan menjadi seorang drummer handal seperti Gilang Ramadhan.
Howard Gardner (1993), seorang pakar psikologi perkembangan menyatakan bahwa manusia memiliki delapan kecerdasan yang meliputi (1) kecerdasan bahasa (linguistic), (2) kecerdasan musik (music), (3) kecerdasan logika-matematika (logical-mathematical), (4) kecerdasan visual-spasial (visual-spacial), (5) kecerdasan kinestetis-tubuh (bodily-kinesthetic), (6) kecerdasan intrapersonal (intrapersonal), kecerdasan (7) interpersonal (interpersonal), dan (8) kecerdasan naturalis (naturalist).
Berdasarkan kepada hal tersebut di atas, tugas orang tua dan guru hanya mengarahkan, membimbing, dan memfasilitasi setiap anak atau siswa untuk belajar sesuai dengan minat dan bakatnya. Bukankah setiap manusia memiliki kecerdasan yang beragam?
Tampak tugas yang dikumpulkan oleh Kenzie berbeda dengan tugas yang dikumpulkan oleh siswa yang lain. Ketika siswa yang lain mengumpulkan tempelan kertas yang bertuliskan nama-nama perlengkapan musim hujan dan musim kemarau, Kenzie justru membuat pesawat terbang. (Foto : Dok. pribadi)
Hari itu, Kenzie telah mencuri perhatian kami. Kenzie telah menjadi “bintang kelas” karena gaya belajarnya yang unik. Kami pun mengapresiasi teman-teman Kenzie yang telah mengikuti pembelajaran dengan sungguh-sungguh dan penuh dengan keceriaan.
Pak, BolehGakSaya NyobaHP-nya?
Saya pada waktu itu bertugas menjadi observer. Sebagai observer, salah satu hal yang saya lakukan adalah mencatat dan mendokumentasikan. Saya memotret momen-momen khusus atau momen yang menarik. Ketika Saya asyik menggunakan HP Saya, tiba-tiba ada seorang siswa yang bernama Azka menghampiri. “Pak, boleh Saya nyoba HP-nya? Saya juga mau memotret pak.” Pintanya kepada Saya. Saya pun menyerahkan HP Saya kepadanya untuk dia coba. Ternyata teman-temannya pun ikut maju ke depan dan meminta untuk mencoba memotret menggunakan HP Saya. Dengan sedikit khawatir, Saya mengizinkannya dengan tetap meminta mereka untuk berhati-hati. Anak-anak memang sudah sangat akrab dengan HP dan gadget,mereka sudah melek IT, hasil fotonya pun bagus. Bahkan ada seorang siswa yang bertanya kepada Saya apa merk HP yang menjadi “raja” HP saat ini?
Melek Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
Sekitar pukul 10.00 bel tanda istirahat pertama berbunyi. Siswa tampak senang. Siswa diperkenankan untuk menyantap makanan yang dibawanya dari rumah. Saya pun ikut beristirahat sambil ngobrol dengan teman-teman satu tim. Tanpa sepengetahuan Saya, ternyata beberapa anak mendekati laptop Saya yang ada di meja guru. Mereka dengan sigap dan cepat membuka internet. Terus mereka membuka situs youtube dan membrowsing film-film kesukaan mereka, seperti Kung Fu Panda III dan film-film lain yang Saya pun kurang hapal judulnya. Saya sejenak memperhatikan mereka mengakses Youtube. Walau baru kelas I, terlihat mereka sudah sangat akrab dengan internet, membuka google, dan situs Youtube.Mereka anak-anak abad 21 yang sudah melek dengan teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK). Oleh karena itu, guru abad 21 harus melek terhadap terhadap TIK, jangan sampai kalah oleh anak-anak kelas I yang walaupun masih kecil tapi susah familiar dengan internet.
Beberapa orang siswa tampak antusias mengakses internet melalui laptop. Mereka tampak sudah akrab dengan internet. (Foto : Dok. pribadi)
Untuk mencairkan suasana, di sela-sela pembelajaran, Bu Madiyana melakukan ice breakerdengan mengajak para siswa untuk bernyanyi lagu “Tik-tik Bunyi Hujan” bersama-sama. Dengan dipandu video yang yang diputar pada layar TV, para siswa tampak antusias untuk menyanyikan bersama lagu tersebut. Selain itu, atas dasar permohonan mereka, kami pun menonton thriller film Kungfu Panda III beberapa saat.
Merayakan Keberhasilan
Usia siswa kelas I masih senang bermain, tidak terkecuali siswa kelas I di SD Islam Cikal Harapan. Mereka dengan penuh suka cita merayakan keberhasilan setelah menyelesaikan tugas. Bentuknya antara lain diekspresikan dengan bercanda antar teman, berguling-guling di lantai, saling menggendong, dan sebagainya. Dunia anak-anak memang dunia yang menyenangkan. Oleh karena itu, berikanlah ruang dan waktu kepada anak-anak kita untuk bermain.
Beberapa orang siswa bercanda di depan kelas setelah mereka selesai mengerjakan tugas. (Foto : Dok. pribadi)
Tidak terasa, selama lima jam pelajaran kami telah berada di kelas I. Bu Madiyana menjelang akhir pelajaran menyampaikan meminta para siswa untuk mengumpulkan tugas, lalu menyimpulkan materi yang telah dipelajari oleh siswa. Sebelum mengakhiri pelajaran, sebagaimana kebiasaan yang dilakukan pada kelas tersebut, ada anak yang memimpin do’a. Dan kebetulan yang memimpin do’a adalah Kenzie dan satu lagi seorang anak perempuan.
Setelah kami melakukan observasi kelas, kami dan kelompok lainnya kembali ke hotel tempat pelatihan. Selanjutnya, tiap menyusun laporan singkat dan refleksi berdasarkan instrumen observasi yang telah diisi. Secara umum tiap kelompok memaparkan tentang kondisi yang terjadi pada saat observasi pembelajaran di kelas I dan IV.
Dari setiap laporan yang disampaikan, kami mendapatkan gambaran bahwa kegiatan real teachinglebih bermakna dibandingkan dengan peer teaching,dan impelementasi pembelajaran melalui penerapan pendekatan saintifik mampu menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, menyenangkan, serta bermakna bagi siswa.
Efektivitas penerapan pendekatan apapun dalam pembelajaran sangat tergantung kepada kemampuan guru membuat skenario dan melaksakannya. Oleh karena itu, guru harus banyak belajar dan mengkaji berbagai pendekatan dan model-model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Dengan kata lain, seorang guru selain menjadi seorang pengajar juga harus menjadi pembelajar.
Selain pembelajaran efektif, guru juga harus menciptakan ruang kelas sebagai taman belajar bagi siswa, dimana indikatornya antara lain, menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif, menyenangkan, mengajar dan mendidik siswa dengan penuh kasih sayang, serta membimbing mereka sesuai dengan tingkat perkembangan berpikirnya.
Implementasi kurikulum 2013 memerlukan guru-guru kreatif, inovatif, mau berpikir dan bertindak secara secara “out of the box” untuk meningkatkan kualitas pembelajarannya. Mereka adalah para pelukis masa depan anak-anak didiknya. Mereka adalah konduktor, sutradara, sekaligus penyusun skenario perjalanan belajar anak didiknya hingga selesai atau lulus dari satuan pendidikan.
Guru adalah sosok kunci peningkatan mutu pendidikan. Nama mereka akan tertulis dalam tinta emas dalam hati sanubari anak-anak didiknya ketika mereka telah lulus. Kepada para guru, selamat menjadi bagian dari ikhtiar meningkatkan mutu pendidikan melalui ikut berperan aktif menyukseskan implementasi kuirkulum 2013 melalui pembelajaran yang menantang, menyanangkan, dan bermakna bagi setiap siswa.
Penulis, Widyaiswara LPMP Jawa Barat, Peserta Diklat IP Kurikulum 2013 Tahun 2016 jenjang SD.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H