jlek !
Ah, sudahlah akui saja bahwa kali ini kau benar-benar bersalah. Bahkan buah hatimupun sampai sakit tak melihatmu barang sebentar. Tapi…
“Boleh-boleh saja professional dalam bekerja tapi keluarga jangan diabaikan pa, terutama kesehatan papa, pikirkanlah”
jlek lagi !
salah…salah..salah… ia merutuki sikapnya belakangan ini. Benar ia terlalu konsentrasi pada pekerjaan dan sudah mengabaikan keluarga. Tentu saja ia paham mengapa badan Chan bisa panas anaknya yang berumur empat tahun itu tidak pernah sekalipun berjauhan darinya. Seminggu ini sudah banyak menyita waktunya karena deadline yang menggila itu.
“Iya ma, papa minta maaf” ujarnya lirih sambil mengecup pipi putih istrinya itu lalu naik kekening. Beralih mencium putrinya yang masih asyik berada dialam bawah sadar. Bahkan gadis kecil itu tersenyum samar.
“Maafkan papa Chan” ucapnya lagi sambil memeluk Chan
Wanita itu membuka mata dan tanpa sadar meneteskan air mata. Menangisi dosanya hari ini dan yang lalu-lalu. Bagaimana bisa ia marah pada suami yang sudah banting tulang mencari nafkah. Sampai lupa pada keluarga. Yang selalu setia merawatnya saat ia sakit saat hamil dulu, yang selalu memandikannya saat dia habis melahirkan dulu. Bagaimana bisa ia marah. Astaghfirullah. Berulang kali ia beristighfar. Tak sepantasnya ia marah. Tetapi kemarahannya bukan karena semata-mata kesal. Lebih tepat ia kasihan pada suaminya itu.
‘Aku bersalah pada suamiku Ya Allah’ gumamnya dalam hati.
“Nah besok hari libur, kita jalan-jalan ya ma, Chan pasti suka” suaminya berujar riang sambil siap-siap menarik selimut untuk tidur.
“Tidurlah ma, besok kita bersenang-senang”