Mohon tunggu...
Idham Wijaya
Idham Wijaya Mohon Tunggu... -

Ingin membaca dan mendengar bersamaan... Belajar dan bekerja serempak!!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Omelan Terindah

2 Juni 2014   20:00 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:48 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sosok itu baru saja melepas sepatu hitam yang seharian ini ia pakai. Berjalan perlahan-lahan menuju dapur. Lampu rumah yang masih terang membuatnya sedikit menggerutu. Kapan ia bisa menghemat biaya listrik jika sudah tengah malam begini lampu-lampu belum dipadamkan. Diambilnya teko kaca yang tergeletak di meja makan. Menuangkan air putih itu kedalam gelas kaca dan serta merta meneguk pelan membasahi tenggorokannya.

Ia berjalan menuju kamar dan melihat kedua orang yang ia cintai sedan tidur lelap. Wanita anggun disampingnya tampak mengerutkan kening seperti biasa. Sosok mungil disebelahnya tidur dengan pulas. Hilang sudah beban yang bertumpuk-tumpuk dikantornya hari ini. hiruk pikuk kertas-kertas laporan itu seketika lenyap dari pikirannya. Dia hanya ingat dua bidadari ini saja.

“Maaf ya, papa pulang terlambat” ujarnya pelan sambil mengecup pipi bayi mungilnya yang tidak terusik sama sekali.

Wanita yang sejak tadi gelisah dalam tidurnya itu terbangun. Mengerjap pelan dan memandang sayu melihat suaminya pulang.

“Baru ingat pulang” ujaran pedas itu seketika membuat jantungnya berhenti. Padahal sejak tadi ia mengharapkan kata-kata manis yang keluar dari bibir istrinya atau kecupan selamat datang atau tawaran untuk mandi air hangat mengingat ini sudah jam dua belas lewat. Ternyata jauh panggang daripada api.

Ia hanya bisa mendesah sambil membuka baju kantor yang juga seharian ini dipakai. Baunya saja sudah tidak karuan. Dia kembali lagi kedapur untuk memasak air. Sambil menghisap sebatang rokok. Dihisapnya kuat-kuat sambil memijit keningnya

“Masih ingat pulang, kenapa tidak tidur saja dikantor” mulut itu memang berujar pedih tapi tangan cantiknya sibuk mengeluarkan makanan dalam lemaari es dan mulai memanaskannya kembali. Dilihatnya air yang ia rebus tadi mulai mendidih maksud hati mau mengambil malah didahulukan sama si cantik dihadapannya. Wanita itu menuju ke kamar mandi meletakkan panci panas berisi air mendidih itu kelantai dan mulai mengisi baskom besar dengan air bak mandi. Maklum saja mereka bukanlah keluarga kalangan atas yang jika ingin mandi air panas tinggal putar kekiri atau mau air dingin putar kekanan.

Setelah mengukur suhu air yang cukup untuk mandi ia keluar dari kamar mandi bernuansa oranye tersebut.

“Mandilah” ujarnya dan mulai sibuk lagi dengan makanan yang hendak ia panaskan.

Tanpa banyak kata pria yang sudah lima tahun menjabat sebagai kepala keluarga itu menuju ke kamar mandi dan mulai membersihkan dirinya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun