Iblis menggeleng keras, "Tidaaak tidak, Baginda Nabi Harun. Hamba bukan megalomaniak. Hamba tak pernah minta disembah. Justru malah hamba menolak menyembah-nyembah makhluk Allah. Silakan Baginda anggap hamba berlebihan, tapi alasan hamba menolak sujud pada Adam adalah keesaan Allah sebagai satu-satunya Yang Disembah. Firaun lebih menjijikkan dari kesalahan hamba kala itu."
"Lalu sekarang, setelah Firaun mati, kau takkan menggoda-goda Bani Israil untuk menyekutukan Allah?" Kanjeng Nabi Musa coba menekan Iblis.
"Jika umat Baginda menyelewengkan ajaran agama, tak patuh dan disiplin dalam beribadah, ya silakan saja salahkan hamba, Iblis laknat ini. Namun, jika umat Baginda mempersekutukan Allah, mohon diingat kontribusi Iblis dalam menghancurkan Firaun Ramoses yang mengaku-ngaku tuhan. Jangan terus-menerus menyalahkan Iblis untuk semua keburukan manusia. Apalagi, kemusyrikan! Tanggung sendiri dosanya."
Kayu bakar api unggun bergemeretak. Angin darat berembus semangat menusuk tulang. Malam ini sepertinya harus ditutup segera, sudah masuk paruh sepertiga terakhir.
"Kangmas Mahapatih, sepertinya kita harus kembali ke tenda masing-masing. Sembahyang malam dulu." Kanjeng Nabi Musa beranjak dari tempat duduknya.
"Makhluk Allah satu ini, tindakan apa yang harus kita ambil, Ya Rasul?" tanyaku sambil menunjuk Iblis.
"Besok setelah sembahyang pagi, kita lepaskan dia. Terserah dia mau kemana, asalkan pisah arah dengan kita."
Kepala patroli kuminta memborgol Iblis kembali. Kuminta Iblis untuk tetap diam ditempat sampai pagi. Ia mengangguk setuju seadanya.
Kami kembali ke kemah masing-masing.
***
Kemah-kemah sudah dirapikan. Hanya tersisa jelaga kayu diatas pasir pantai. Semua bersiap melanjutkan perjalanan kearah utara, menuju Kanaan. Presiden dan Mahapatih Bani Israil berada paling depan. Lalu, Iblis. Semua berjalan dengan santai, karena ancaman balatentara Mesir tak ada lagi.