"Ramoses, Baginda. Target hamba Firaun Ramoses II. Hamba masuk dalam jajaran Cakrabirawa, Paspamfir, bodyguard ring 1 istana. Dengan kelebihan yang Allah berikan, mudah saja hamba direkrut langsung oleh Senapati Ing Alaga Mesir."
"Haman?"
"Betul, Baginda. Aku selama ini tinggal di istana Kasenopaten. Menebarkan benih-benih ketololan disana."
Badik kusarungkan lagi, dari tadi kumain-mainkan di tangan kananku. Aku perbaiki dudukku agar nyaman.
"Ceritakan semua, yang lengkap!"
"Sendika, Kanjeng Nabi." Iblis menarik napas panjang, hal yang tak perlu dilakukannya. Dramatisir. "Kita semua tentu ingat betapa takutnya Ramoses atas kedatangan anak ajaib, prodigy, wonder boy, yang akan menggoyang tahta. Bisikan politik lah yang membuatnya jatuh pada putusan menghabisi putra-putra Yahudi yang baru lahir. Padahal, yang menggoyang tahta Ramoses ya lingkaran terdekatnya sendiri. Ramoses berpikir dia berdiri diatas istana berlian, megah kokoh tanpa tanding. Padahal, istananya hanya ditopang oleh bambu diatas tanah lumpur hisap."
Bambu? Lumpur hisap? Bicara apa Iblis ini...
"Istana Ramoses itu pekat sekali kabut intriknya, Baginda. Hamba hanya perlu memastikan kabut itu siap disulut kapanpun."
"Disulut olehku?" Kanjeng Nabi Musa urun rembuk.
"Sebegitu pekatnya kabut intrik kubuat, hingga jangankan engkau sang Nabiyullah, hanya sekedar petualang politik kemarin sore saja bisa menyulut kegegeran tiang istana."
"Coba jelaskan kabut pekat yang kau maksud!"