Mohon tunggu...
Ichsan
Ichsan Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Mahasiswa

Freelance writer

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Museum Trowulan: Menjelajahi Warisan Budaya Majapahit

29 Juni 2024   14:45 Diperbarui: 29 Juni 2024   16:05 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SALATIGA

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

"Museum Trowulan: Menjelajahi Warisan Budaya Majapahit"

Sejarah Museum Trowulan

Sejarah singkat berdirinya museum ini adalah pada tahun 1924, R.A.A. Kromodjojo Adinegoro ( Bupati Mojokerto), bekerja sama dengan Ir. Henry Maclaine Pont (seorang arsitek Belanda), untuk mendirikan "Oudheeidkundhige Vereeneging Majapahit" (OVM). Perkumpulan ini bertujuan untuk meneliti dan melestarikan berbagai peninggalan-peninggalan Kerajaan Majapahit. OVM menempati sebuah rumah di Situs Trowulan, yang terletak di jalan raya Mojokerto -- Jombang KM.13. Di tempat inilah mereka menyimpan berbagai artefak yang diperoleh dari hasil penggalian, survei, maupun penemuan tak terduga. Seiring dengan bertambahnya koleksi, munculah sebuah gagasan atau ide untuk membangun sebuah museum yang lebih representatif.Ir. Henry Maclaine Pont

Pada tahun 1926, berdirilah Museum Majapahit. Museum ini menjadi tempat untuk menjaga berbagai artefak dan peninggalan Majapahit. Namun seiring datangnya penjajah Jepang ke Indonesia pada tahun 1942, Museum Majapahit terpaksa ditutup dan McLine Pont, sang arsitek, ditahan karena berkebangsaan Belanda. Sejak saat itu, museum mulai berganti-ganti pengelola. Hingga akhirnya, Balai Pelestarian Cagar Budaya Mojokerto wilayah kerja Provinsi Jawa Timur mengambil alih pengelolaan museum. Museum ini tak hanya melestarikan peninggalan Majapahit, tetapi juga seluruh peninggalan kuno yang tersebar di wilayah Jawa Timur. Pergeseran ini membawa dampak positif bagi museum. Koleksinya semakin bertambah banyak, hingga membutuhkan ruang yang lebih luas untuk menampungnya. Oleh karena itu, museum dipindahkan ke lokasi yang lebih luas, berjarak sekitar 2 km dari tempat semula, namun masih berada di Situs Trowulan.

Museum ini resmi dibuka pada tahun 1987 dan memiliki luas 57.625 meter persegi. Di dalamnya terdapat berbagai koleksi benda bersejarah, seperti arca batu, keramik, dan prasasti. 

KOLEKSI MUSEUM

Dari samping gedung utama Museum Trowulan, ada bangunan joglo tanpa dinding yang menyimpan arca-arca dan benda-benda dari zaman Kerajaan Majapahit, Kahuripan, Kediri, dan juga Singasari. Secara keseluruhan peninggalan milik kerajaan Majapahit menjadi mayoritas koleksi yang berada di museum ini. Jumlah koleksi museum diperkirakan mencapai sekitar 80.000 koleksi benda purbakala, yang diklasifikasikan dari mulai periode prasejarah, periode klasik (zaman Hindu dan Buddha), periode Islam, hingga periode kolonial. Karena jumlah koleksi yang begitu banyak, museum ini pada tanggal 1 Januari 2007 ditetapkan sebagai Pusat Informasi Majapahit (PIM).

Berikut beberapa koleksi yang terdapat di Museum trowulan:

Patung Ardhanari

Patung ardhanari adalah sebuah konsep dalam agama Hindu yang melambangkan persatuan Dewa Siwa dengan Dewi Parwati atau Btari Durga. Dalam mitologi Hindu, Ardhanari digambarkan sebagai suatu bentuk simbolik dari persatuan laki-laki dan perempuan, yang mewakili prinsip-prinsip yang terkait dengan keberadaan dan kehidupan. Konsep ini dikembangkan pada zaman yang lebih kemudian sebagai penjelasan dari dua aliran agama Hindu, Kasewan (pemuja Siwa) dan Kasakten (pemuja Sakti), yang dibaktikan bagi Siwa dan Mahadewi. 

Sejarah Ardhanari dapat ditelusuri dari kitab-kitab Purana, seperti Matsya Purana dan gama, serta karya tulis abad ke-16 mengenai ikon Silparatna. Dalam citra-citra Ardhanari, belahan kanan yang superior lazimnya adalah Dewa Siwa, sedangkan belahan kiri adalah Dewi Parwati. Dalam beberapa citra, belahan kanan yang dominan digambarkan sebagai sosok perempuan, menunjukkan peranan yang lebih rendah dalam ikon itu. Ardhanari juga digambarkan dalam berbagai bentuk, seperti berlengan empat, tiga, atau dua,

Dwarapala

Dwarapala adalah sosok penjaga pintu dalam ajaran Hindu dan Buddha yang berfungsi sebagai penjaga pengaruh buruk dan pengawal tempat suci. arca ini berbeda dari penggarapan dwarapala pada umumnya yang berwujud raksasa dan menunjukkan sifat "ugra" (bengis atau menakutkan). Dwarapala Muarajambi terkesan jenaka dengan wujudnya yang mirip pria kecil yang berdiri dengan kedua kaki agak ditekuk. Tingginya tidak lebih dari 1,5 meter dan memiliki tangan kanan menggenggam tameng kecil, sedang tangan kirinya mengepal sebuah gada yang kondisinya telah rumpang. Tatanan rambutnya tertata rapi hingga ke belakang, dan ditutup hiasan berupa mangkuk. Hiasan pada telinganya berbentuk bunga, bukan tengkorak manusia. Dwarapala biasanya digambarkan sebagai makhluk yang menyeramkan, tetapi dalam budaya Jawa, Dwarapala dapat ditemukan sendirian, sepasang, atau berkelompok, dan jumlahnya dapat berbeda tergantung pada kas suatu kuil. Bangunan suci yang kecil biasanya memiliki hanya satu arca dwarapala, sedangkan beberapa situs bangunan suci yang lebih besar memiliki empat, delapan, atau dua belas arca dwarapala yang menjaga empat penjuru mata angin sebagai Lokapala, dewa penjaga empat atau delapan penjuru mata angin

.

Arca Garuda Wisnu

Arca yang dibuat pada masa Kerajaan Kediri ini dipercaya sebagai titisan Raja Airlangga. Arca ini juga menyimpan banyak cerita mulai dari Gunung Penanggungan sampai pada sang Garuda, sosok burung berbadan manusia. Arca Dewa Wisnu naik Garuda adalah sebuah arca yang menggambarkan Dewa Wisnu mengendarai Garuda, burung yang menjadi kendaraannya. Garuda yang awalnya adalah budak Sang Kadru, ibu para Naga, membantu merawat anak-anak Sang Kadru dan akhirnya membebaskan ibunya dari perbudakan dengan bantuan Dewa Wisnu. Sebagai balas, Dewa Wisnu meminta Garuda untuk menjadi kendaraannya, dan Garuda setuju. Dengan demikian, Garuda menjadi simbol kebebasan dan juga dijadikan simbol kerajaan Kediri, yang didirikan oleh Raja Airlangga, seorang penganut Hindu Wisnu yang taat, Garuda memiliki filosofi matahari atau Surya yang melakukan triwikrama ( tiga langkah menguasai dunia) dianggap mewakili perjalanan matahari mengendarai bumi: terbit,kumulasi, dan terbenam.

Garuda

 Garuda disebut dengan arca Minak Jinggo oleh penduduk setempat. dalam catatan Belanda arca ini disebut Mahakala dan Bairawa yang memiliki ciri-ciri berwajah Raksasa mata melotot memakai upawita berupa ular dan tangan kanan memegang belati. Dengan melihat ciri lain yang tidak disebutkan dalam catatan Belanda, diduga arca Minak Jinggo merupakan arca Garuda, Ciri-ciri lain dari arca Garuda adalah badanya bersayap, kaki bertaji, dan memiliki paruh yang patah.

Arca Kinara Kinari

Kinnari adalah makhluk khayangan yang berjenis kelamin wanita yang bersifat setengah dewa. Oleh karena itu biasanya ia digambarkan dengan bentuk setengah manusia dan setengah binatang. Biasanya ada dua penggambaran Kinnari, yaitu berbadan manusia dan berkepala kuda. Yang lebih umum digunakan adalah berbadan burung dan berkepala manusia. Kinnari biasanya banyak dijumpai sebagai hiasan candi, karena candi merupakan gambaran kehidupan khayangan.

Lingga Yoni

Lingga dan yoni adalah perlambang alat kelamin laki - laki dan perempuan. Dalam kamus Jawa menjelaskan bahwa "Linga tanda, ciri, isyarat, sifat khas, bukti keterangan, petunjuk; Lingga, lambang kemaluan lelaki (terutama Lingga Siwa dibentuk tiang batu), patung dewa, titik tugu pemujaan, titik pusat, pusat poros, sumbu". "Yoni rahim, tempat lahir, asal Brahmana, Daitya, dewa, garbha, padma, naga, raksasa, sarwa, sarwa batha, sudra, siwa, widyadhara dan ayonia."

Selain diatas masih banyak lagi koleksi yang dimiliki oleh muesum trowulan. Koleksi-koleksi yang dipamerkan di Museum Majapahit dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok berdasarkan bahannya, yaitu. 

Koleksi Tanah Liat (Terakota) : Koleksi Terakota Manusia, Alat-alat Produks, Alat-alat Rumah Tangga, Arsitektur.

Koleksi Keramik: Koleksi keramik yang dimiliki oleh Museum Majapahit berasal dari beberapa negara asing, seperti Cina, Thailand dan Vietnam. Keramik-keramik tersebutpun memiliki berbagai bentuk dan fungsi, seperti guci, teko, piring, mangkuk, sendok dan vas bunga.

Koleksi logam: Koleksi Benda Cagar Budaya berbahan logam yang dimiliki Museum Majapahit dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok, seperti koleksi mata uang kuno, koleksi alat-alat upacara seperti bokor, pedan, lampu, cermin, guci dan genta, dan koleksi alat musik.

SISTEM PELESTARIAN MUSEUM

(hal.41-45)

      Mengenai pelestarian warisan budaya, prinsip pemanfaatannya harus didasarkan pada perspektif yang luas dan bijaksana. Konsep konservasi Benda Cagar Budaya (BCB) harus didasarkan pada tiga nilai yang dikaitkan dengan tujuan konservasi itu sendiri, yaitu nilai guna, nilai pilihan, dan nilai keberadaan :

1. Nilai guna lebih fokus pada bagaimana kita dapat memanfaatkan BCB misalnya sebagai objek penelitian di bidang arkeologi atau bidang keilmuan lainnya, inspirasi karya seni, lembaga pendidikan, hiburan dan pariwisata, bentuk gambar (dalam periklanan). memperkuat identitas dan solidaritas masyarakat, atau bahkan menjadi sumber bisnis yang sangat menguntungkan (misalnya perdagangan BCB, cenderamata, bahan penerbitan).

2. Nilai opsi tersebut menekankan tekad untuk melindungi BCB sebagai tabungan generasi mendatang. Asumsinya adalah kita harus meninggalkan BCB sebagai sumber daya budaya untuk masa depan, meskipun kita tidak mengetahui kebutuhannya saat ini, karena BCB memang juga merupakan warisan bagi generasi mendatang. Prinsip utama yang mendukung nilai opsi ini adalah menjaga kestabilan BCB agar tidak mengalami perubahan apapun.

3. Nilai eksistensi erat kaitannya dengan perasaan puas atau bahagia apabila BCB dipastikan masih ada, meskipun tidak dirasakan manfaatnya. Mereka yang menganut nilai ini merasa puas apabila dapat yakin bahwa sumber daya tersebut akan ada atau terus ada (survive). Oleh karena itu, perlu ditekankan di sini bahwa nilai penting warisan budaya tidak boleh dirasakan secara langsung pada saat itu. , namun akan terasa di masa depan berkat investasi kita di masa sekarang. Mungkin saat ini kita belum mengetahui betul apa manfaatnya, namun dengan melakukan konservasi sekarang kita tidak akan kecewa nantinya.

      Sebaliknya, kita akan merasa bangga dan bersyukur atas apa yang telah kita capai. Bahkan tidak menutup kemungkinan kita akan mendapat apresiasi dari generasi mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjatim/mengenal-museum-majapahit-trowulan-mojokerto-jawa-timur/

Direktorat Peningalan Purbakala, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Kementrian kebudayaan dan Pariwisata, Konsep Pelestarian Kawasan Trowulan, 2009

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun