Patung Ardhanari
Patung ardhanari adalah sebuah konsep dalam agama Hindu yang melambangkan persatuan Dewa Siwa dengan Dewi Parwati atau Btari Durga. Dalam mitologi Hindu, Ardhanari digambarkan sebagai suatu bentuk simbolik dari persatuan laki-laki dan perempuan, yang mewakili prinsip-prinsip yang terkait dengan keberadaan dan kehidupan. Konsep ini dikembangkan pada zaman yang lebih kemudian sebagai penjelasan dari dua aliran agama Hindu, Kasewan (pemuja Siwa) dan Kasakten (pemuja Sakti), yang dibaktikan bagi Siwa dan Mahadewi.Â
Sejarah Ardhanari dapat ditelusuri dari kitab-kitab Purana, seperti Matsya Purana dan gama, serta karya tulis abad ke-16 mengenai ikon Silparatna. Dalam citra-citra Ardhanari, belahan kanan yang superior lazimnya adalah Dewa Siwa, sedangkan belahan kiri adalah Dewi Parwati. Dalam beberapa citra, belahan kanan yang dominan digambarkan sebagai sosok perempuan, menunjukkan peranan yang lebih rendah dalam ikon itu. Ardhanari juga digambarkan dalam berbagai bentuk, seperti berlengan empat, tiga, atau dua,
Dwarapala
Dwarapala adalah sosok penjaga pintu dalam ajaran Hindu dan Buddha yang berfungsi sebagai penjaga pengaruh buruk dan pengawal tempat suci. arca ini berbeda dari penggarapan dwarapala pada umumnya yang berwujud raksasa dan menunjukkan sifat "ugra" (bengis atau menakutkan). Dwarapala Muarajambi terkesan jenaka dengan wujudnya yang mirip pria kecil yang berdiri dengan kedua kaki agak ditekuk. Tingginya tidak lebih dari 1,5 meter dan memiliki tangan kanan menggenggam tameng kecil, sedang tangan kirinya mengepal sebuah gada yang kondisinya telah rumpang. Tatanan rambutnya tertata rapi hingga ke belakang, dan ditutup hiasan berupa mangkuk. Hiasan pada telinganya berbentuk bunga, bukan tengkorak manusia. Dwarapala biasanya digambarkan sebagai makhluk yang menyeramkan, tetapi dalam budaya Jawa, Dwarapala dapat ditemukan sendirian, sepasang, atau berkelompok, dan jumlahnya dapat berbeda tergantung pada kas suatu kuil. Bangunan suci yang kecil biasanya memiliki hanya satu arca dwarapala, sedangkan beberapa situs bangunan suci yang lebih besar memiliki empat, delapan, atau dua belas arca dwarapala yang menjaga empat penjuru mata angin sebagai Lokapala, dewa penjaga empat atau delapan penjuru mata angin
.
Arca Garuda Wisnu
Arca yang dibuat pada masa Kerajaan Kediri ini dipercaya sebagai titisan Raja Airlangga. Arca ini juga menyimpan banyak cerita mulai dari Gunung Penanggungan sampai pada sang Garuda, sosok burung berbadan manusia. Arca Dewa Wisnu naik Garuda adalah sebuah arca yang menggambarkan Dewa Wisnu mengendarai Garuda, burung yang menjadi kendaraannya. Garuda yang awalnya adalah budak Sang Kadru, ibu para Naga, membantu merawat anak-anak Sang Kadru dan akhirnya membebaskan ibunya dari perbudakan dengan bantuan Dewa Wisnu. Sebagai balas, Dewa Wisnu meminta Garuda untuk menjadi kendaraannya, dan Garuda setuju. Dengan demikian, Garuda menjadi simbol kebebasan dan juga dijadikan simbol kerajaan Kediri, yang didirikan oleh Raja Airlangga, seorang penganut Hindu Wisnu yang taat, Garuda memiliki filosofi matahari atau Surya yang melakukan triwikrama ( tiga langkah menguasai dunia) dianggap mewakili perjalanan matahari mengendarai bumi: terbit,kumulasi, dan terbenam.
Garuda
 Garuda disebut dengan arca Minak Jinggo oleh penduduk setempat. dalam catatan Belanda arca ini disebut Mahakala dan Bairawa yang memiliki ciri-ciri berwajah Raksasa mata melotot memakai upawita berupa ular dan tangan kanan memegang belati. Dengan melihat ciri lain yang tidak disebutkan dalam catatan Belanda, diduga arca Minak Jinggo merupakan arca Garuda, Ciri-ciri lain dari arca Garuda adalah badanya bersayap, kaki bertaji, dan memiliki paruh yang patah.
Arca Kinara Kinari