Mohon tunggu...
Yezharivina Nur anisa
Yezharivina Nur anisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Perdata Islam di Indonesia

26 Maret 2023   14:17 Diperbarui: 26 Maret 2023   21:20 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

b. Dalam KHI

     Untuk tercapainya suatu perkawinan yang di kehendaki oleh Al-Qur'an dan Islam memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Prinsip kebebasan

b. Prinsip kesetaraan

c. Prinsip mu'asyarah bu al-ma'ruf

d. Prinsip musyawarah

e. Prinsip saling menerima

C. Masalah Pencatatan perkawinan

Indonesia memberi kewajiban bagi masyarakatnya untuk melakukan pencatatan perkawinan manakala mereka telah melangsungkan Perkawinan. Hal ini dapat terlihat jelas dalam Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan. Ketentuan tersebut mengatur bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terlebih lagi, Mahkamah Konstitusi pun mewajibkan masyarakat Indonesia untuk melakukan pencatatan perkawinan demi kepentingan administratif. Sayangnya, masyarakat Indonesia belum memiliki kesadaran yang cukup tinggi untuk mencatatkan Perkawinan mereka, meski mereka telah menikah secara sah menurut agama atau kepercayaan yang dianut. Hal ini terlihat dari fenomena yang terjadi di masyarakat bahwa mereka kerap menganggap Perkawinan yang sah menurut agama sudah cukup tanpa adanya pencatatan. Bagi mereka, Perkawinan mereka tersebut adalah sah. Pandangan ini bukan hanya terdapat pada masyarakat kalangan bawah, melainkan juga masyarakat kalangan atas. Hal yang melatarbelakangi suatu pencatatan pernikahan tidak di catatkan di depan PPN yaitu kurangnya pengetahuan masyarakat untuk memahami cara dan bagaimana mengurus pencatatan perkawinan itu dan Terhadap seseorang pendaftar nikah berstatus ‘Kawin’ di KTPnya  maka asumsi petugas KUA adalah untuk beristri kedua ataupun ketiga alias berpoligami, dan untuk solusi hal tersebut, maka dari itu KUA akan meminta bukti penetapan atau izin poligami dari Pengadilan Agama. Bila  berdalih sudah bercerai hidup, maka wajib baginya  meyerahkan asli Akta Cerai dari Pegadilan Agama, bila berdalih telah cerai mati maka akan diminta menyerahkan Surat Keterangan Kematian Pasangan dan copy Akta Kematian dari Kantor Catatan Sipil. Hal ini  diatur dengan sangat jelas dalam PMA Nomor 20 tahun 2019 Pasal 4 tentang syarat administratif pendaftaran nikah dan dalam hal tersebut bagaimana serta tidak terlalu memberatkan proses dalam hal tersebut dan juga dalam hal itu pihak KUA maupun kantor pencatatan sipil harus emberi petunjuk tentang pentingnya pencatatan perkawinan dan apa saja akibat yang di peroleh jika suatu perkawinan tidak di catatkan dalam agama maupun negeri.  Oleh karena itu, pencatatan perkawinan merupakan hal yang sangat penting dan wajib untuk dilakukan meski tidak berkaitan dengan syarat sah suatu Perkawinan. Bukan hanya itu, edukasi bagi masyarakat untuk melakukan pencatatan perkawinan pun menjadi hal penting untuk dilakukan. Baiknya, negara dapat hadir untuk memberikan edukasi pada masyarakat terutama bagi pasangan-pasangan yang akan menikah terkait dengan pentingnya pencatatan perkawinan.

D. Hak-hak dan hikmah pencatatan perkawinan

Pencatatan perkawinan harus di lakukan untuk mendapatkan jaminan hak-hak tertentu, memberikan perlindungan terhadap status pernikahan dan memberikan kepastian hukum bagi suami istri, bahkan hak-hak terhadap anak. Adapun hikmah yang di peroleh dari pencatatan perkawinan yaitu:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun