Dia Seekor Kutu
Braak ....
Pintu kamar didobrak begitu saja. Pemandangan awal yang Andrian lihat adalah kamarnya dengan jendela yang sudah terbuka.
"Kita kemalingan!" lirihnya dengan badan yang lesu.
Orang yang sedang dirundung kesedihan itu bukanlah orang sembarangan. Ia adalah pemilik pabrik beras yang lumayan besar di desa itu. Sebut saja namanya, tak ada yang tidak kenal dia.
Andrian dikenal sebagai orang yang ramah, bijaksana dan juga sederhana. Saking sederhananya, banyak orang yang meragukan kekayaannya. Seolah-olah dia sengaja menutupi jubah kekayaan itu, tapi tampaknya lelah menyembunyikan saja, rumahnya sudah disapu oleh pencuri.
Anehnya, keadaan kamar itu tidak acak-acakan sama sekali. Semua tersusun rapi kecuali jendela yang terbuka, lampu yang menyala dan pintu lemari yang sudah rusak.Â
Celengan milik anak Andrian juga masih ada, tidak bergeser dari tempatnya. Seolah-olah pencuri sudah mengetahui seluk-beluk rumah ini. Semua fakta berusaha dia olah dengan matang di kepalanya dan muncullah kesimpulan bahwa pencuri tentulah orang dalam, orang-orang yang sudah sering, atau mungkin menetap di rumah ini.Â
Tak mungkin jika orang asing sudah mengetahui tempat penyimpanan uang miliknya, seolah-olah yang dia lalukan setelah membobol jendela kamar adalah langsung menuju lemari pakaian dan langsung menuju jaket tempat Andrian menyimpan uang itu. Pun, tak mungkin orang asing mengetahui nilai celengan anaknya yang tak seberapa, hingga memutuskan untuk tidak mengambilnya juga.Â
Kalaupun yang mencuri adalah orang asing, pasti dia akan meraup celengan itu juga.
"Ada apa?" Seseorang dibelakangnya bersuara. Ia cukup kenal dengan suara itu. Ia adalah karyawan Andrian yang teramat dia sayangi. Ia juga merupakan sepupu jauh Andrian.Â