Pimpinan fakultas memanggil Arman dan Pak Dosen tersebut untuk didamaikan. Saat dilakukan pertemuan perdamaian, di ruang Dekan, Arman menjelaskan dan tidak mau dikatakan idiot dan bodoh. Arman juga mengkritisi cara-cara mengajar dosen tersebut dengan lebih banyak menceritakan kisah hidupnya di banding materi kuliah.
Tidak terima di kritik oleh mahasiswa, maka perdamaian antara Arman dan Pak Dosen tersebut tidak tercapai. Walaupun Arman sudah meminta maaf, tetap saja Pak Dosen tersebut tidak mau dikritik. Ia terlalu membawa perasaannya dalam ranah keilmuan. Alhasil, nilai mata kuliah Arman yang keluar dari Pak Dosen tersebut sangat buruk. Nilainya sangat buruk karena unsur perasaan yang tidak mau dikritik atau adanya sedikit perlawanan dari mahasiswa, Arman. Jika, dosen itu obyektif, Arman layak mendapatkan nilai yang baik.
Arman terpaksa harus mengulangi mata kuliah tersebut dengan dosen yang berbeda, jika ingin merubahnya. Bisa juga dirubah dengan selembar kertas, tapi itu bukan pilihan yang bijak menurut Arman. Nilai kuliah harus sesuai dengan akumulasi otak bukan akumulasi perasaan dan kemarahan.[]
Smbr. Gbr: Ss dari kaskus.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H