Eko terkejut saat dirinya dilibatkan. Pak Dosen memandangi Eko, sedangkan Eko melihat Pak Dosen itu, dan kadang juga melihat ke arah Arman. Saat itu, Arman membuat kode bahasa tubuh supaya Eko membelanya.
"Iya, Pak. Tadi waktu kami memperbanyak tugas ini, Arman pergi bentar ke kamar mandi, Pak. Mungkin ia sakit perut, makanya terlambat masuk ke ruangan, Pak." Eko membuat memori penjelasan dan memori pembelaan agar Arman dapat masuk.
"Baiklah, sekarang kamu saya beri toleransi. Jangan mentang-mentang kamu Ketua Senat Mahasiswa fakultas ini, kamu bisa suka-suka hati."
Arman pun masuk ke dalam ruangan. Melihat teman-temannya sudah duduk di depan mahasiswa, ia pun berinisiatif mengambil bangkunya untuk ikut juga bergabung bersama teman-temannya di depan.
Belum sempat ia duduk di bangku yang baru di angkatnya, Pak Dosen pun angkat bicara.
"Kamu kenapa pakai sendal?" tanya Pak Dosen.
"Tadi..."
"Ingat ya, semuanya. Ketika saya masuk, tidak boleh ada yang pakai sendal," kata Pak Dosen itu kepada seluruh mahasiswa yang ada di ruangan itu. "Yang memakai sendal akan saya keluarkan. Dan kamu, Arman. Kamu harus keluar." Pak Dosen itu mengeluarkan Arman.
Saat itu Arman ingin protes, karena aturan itu baru diberlakukan. Tapi, karena ia telah membuat kesalahan di awal, yaitu terlambat, ia pun hanya diam. Dengan malu, ia pun keluar dari ruangan.
Dalam hati sempat juga ia bertanya, "Apa hubungannya memakai sendal dengan belajar?"
***