Wanita paruh baya itu terisak-isak menangisi akan kepergian suaminya setelah majelis hakim di pengadilan menetapkan hukuman yang pantas atas perbuatan suaminya karena terbukti merampok uang rakyat.
“Sabar, Ma, Papa tidak lama kok,” kata sang Suami menenangkan wanita paruh baya itu.
Wanita paruh baya itu mengusap-usap air matanya dengan menyisakan sesekali isakan tangisnya sambil berkata, “Papa yang sehat-sehat di sana.”
Sang Suami pencuri uang negara itu tersenyum tenang sambil mengelus lengan istrinya dengan maksud terus menenangkan.
Di belakang mereka beberapa petugas yang akan membawa sang Suami bersiap-siap dengan borgol untuk dipasangkan di kedua tangan sang Suami. Mobil mewah sudah diparkirkan sekitar dua puluh langkah dari sepasang suami istri itu. Di sebelah jalur lain, sudah parkir mobil mewah untuk membawa sang Istri. Sang Supir yang selama ini bekerja dengan setia membawa sang Suami berdiri tidak jauh dari sepasang suami istri yang akan berpisah itu.
Sang Suami menggerakkan telunjuknya kepada supir itu. Sang Supir itu adalah laki-laki berbadan atletis yang usianya tiga puluh tahun, hanya beda lima tahun dari sang Istri. Sang Suami merekrut seseorang yang bukan hanya bisa membawa mobil, tapi bisa melindunginya kalau saat-saat tertentu ada gesekan fisik dan dapat membantunya dalam banyak hal.
Sang Supir pun mengerti maksud jari telunjuk itu. Ia langsung mendekat, bersiap-siap mendengarkan arahan atau sejenis perintah dari majikannya. Tampaknya hal seperti itu sudah menjadi kesehariannya bersama pejabat itu.
Sang Suami meminta sang Supir melangkah lebih dekat lagi menghadapnya.
“Siap, Pak,” kata sang Supir setelah berdiri di depan tuannya dengan jarak sekitar setengah meter.
Sang Tuan berkata pelan, seperti tidak ingin didengar para petugas. “Sekarang pekerjaanmu menjadi supirnya Ibu. Jaga Ibu kalau mau ke mana-mana,” kata sang Tuan. Ibu yang dia maksud adalah istrinya tersebut.
“Baik, Pak,” sahut sang Supir dengan mantap, bersemangat, dan dalam dada penuh imajinasi manis.