Ini lucu sekali yang terjadi di lapangan. Beban biaya listrik yang harus dibayar oleh sekitar 25-30 juta pelanggan 900 watt naik 2-3 kali lipat. Rata-rata  Rumah tangga golongan itu saat ini membayar Rp.300 ribu per bulan dari sebelumnya hanya Rp.100 ribu-Rp.150 ribu.
Pengguna listrik 450 W di desa-desa saat ini harus membayar sekitar 50 ribu per bulan dari sebelumnya sekitar Rp.30 ribu.  Akan tetapi untuk pelanggan yang berdaya 1.300 W, ternyata  beban listrik yang ada saat ini nyaris tidak mengalami kenaikan. Banyak pelanggan di level ini yang membayar "hanya" Rp.300 ribuan per bulan sementara mereka menggunakan AC sepanjang hari.  (mayoritas pelanggan 900 W tidak memakai AC).
Saya akhirnya berpikir bahwa  Jokowi melakukan  subsidi silang dengan hal ini.  Subsidi listrik untuk 30 juta keluarga dicabut habis setelah itu Jokowi menerbitkan lagi Kartu Baru. Kalau tidak salah namanya Kartu Keluarga Harapan, kemudian ada Subsidi untuk ibu-ibu hamil dan lain-lain sebagainya.
Yang mendapat Kartu Keluarga Harapan berapa banyak, Subsidi Ibu-ibu Hamil berapa banyak, tetapi saya yakin sekali sangat tidak imbang jumlahnya dengan masyarakat kurang mampu yang listriknya (900 W) dinaikkan tarifnya 2 kali lipat atau kurang lebih 25-30 juta pelanggan.
Sepintar saya menghitung : dari sekitar 25 juta pelanggan listrik dihilangkan subsidinya sehingga mereka harus membayar biaya lebih sebesar Rp.150 ribu per pelanggan, lalu dikalikan 25 juta pelanggan bisa mencapai 4.000 Trilyun rupiah. Dan kira-kira jumlah itu bisa buat apa saja?
Lihatlah saat ini  puluhan juta rakyat yang menjerit akibat kenaikan biaya listrik yang ada.  Lihatlah ada Panti Asuhan yang tidak mampu bayar listrik dan membayar Denda pada PLN dengan uang Receh.
Lihatlah juga Lebaran kemarin dimana hanya separuh dari masyarakat yang membeli  Baju Lebaran dibanding 2-3 tahun lalu karena memang daya beli mereka menurun drastis.
Jokowi memang berhasil membangun banyak jalan tol baru dan proyek-proyek infrastruktur raksasa.  Tetapi faktanya Hutang Luar negeri makin menumpuk tajam, daya beli masyarakat makin turun tajam dan lihatlah Politik negeri ini yang sudah ambur-adul karena  para penguasa (partai penguasa) bersikap semena-mena mentang-mentang sedang berkuasa.
Sekian.
Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H