Sore itu juga, Pengulu Gawai mengundang para tetua, lebai, dukun, serta para tokoh kampong untuk acara "Mace Surat" untuk esok pagi (Minggu), mereka juga disebut "Tukang Marhaban" (biasanya membaca syair al Barzanji) guna mengisi waktu selang menunggu kehadiran pengantin pria yang bakal bersanding.
Malamnya (malam Minggu) ada tradisi berhadra (memainkan hadra dengan lagu-lagu Islami hingga pengantin perempuan tidur yang dijaga Mak Inang) Selama hadra berlangsung, para pegawai menempatkan "Telu' Tamat" di sisi "kelice" (Kasur tempat penganten bersanding, esok hari). "Telu' Tamat" yaitu sebuah telur ayam yang sudah direbus serta dibungkus kertas hias kemudian digantungkan pada ujung lidi pelepah kabong atau enau yang juga sudah dihias. Lalu, lidi dan telur behias tersebut ditancapkan dalam wadah sehingga banyaknya lidi bergantung telur hias itu menjadi semarak menyerupai pohon berbunga telur.
Setiap anak-anak kampong boleh menitipkan telur itu. Nah, setiap keluarga di kampung itu boleh menitipkan telur tersebut menaruh harapan agar anak anak mereka dipermudah dan pintar membaca Alquran, dengan lidi telur hias tersebut sebagai penunjuk bacaannya. Usai "Telok Tamat" ditempatkan di posisinya, lalu ia diberkahi dengan dibacakan doa oleh lebai atau pemimpin hadra.*
Disusun oleh Ian Sancin.
 Pengumpul data:  Ian Sancin, Merwan Vinobi, Galuh Bebute.
Â
Sumber Data penelitian tahun 2015-2016:
Mak Baina (Khatijah) 74 Th. Mantan Mak Inang. Tanjongpandan, Belitong Barat.
Mak Jana, 70 Th. Mantan Mak Inang. Sungai Padang. Belitong Utara.
Mak Ana (Rohana). 72 Th. Mak Inang Gantong. Belitung Timur.
Fadli. 53 Th. Pengulu Gawai. Badau. Belitong Barat.