Bentuk denda pelangkahan itu bisa berupa barang idaman atau hadiah tertentu yang dimintanya asal tak memberatkan si pemberi. Namun kadangkala sang kakak tak menghendaki apa pun, ada juga yang meminta agar sang adik menjalankan Amanah yang dimintanya misalnya agar menjadi pasangan setia, agar tak jauh menetap dari orang tua Ketika sudah menikah, dan lain sebagainya, sifat amanah biasanya bertujuan positif.
Bisa saja calon pengantin melangkahi kakaknya lebih dari seorang maka dia mesti memenuhi semua syarat pelangkahan tersebut. Pelangkahan menjadi tradisi dalam adat pernikahan Masyarakat Belitong, hanya hanya belum diketahui kapan itu dimulai.
NGANTARKAN JAJA' GEDE atau PENGIKAT KESEPAHAMAN.
"Jaja' gede" atau kue besar memanglah lebih besar dari kue kue lain yang biasa dibuat. Keutamaan kue ini adalah simbol dari kesungguhan calon pengantin perempuan untuk sepenuh hati dinikahi oleh pria idamannya. Maka jaja' gede  sangat istimewa dibuat sebagus mungkin dan seenak mugkin. Ukuran yang besar itu guna dapat dicicipi oleh banyak orang.
Prosesi Ngantarkan Jaja' Gede dari pihak orangtua perempuan ke rumah orangtua calon pengantin pria (orangtua perempuan tak ikut serta tapi diwakilkan pada seorang yang ditunjuknya).
Tradisi ini merupakan "pengikat kesepahaman" bahwa kedua calon pengantin siap menikah. Maka dalam hal ini, biasanya selain dari membawa "Jaja' Gede" juga menyertakan tipak (tempat peralatan makan sirih) sebagai simbol martabat tradisi orang Belitong.
Prosesi ini berlangsung sepenuh hikmat dalam suasana kekerabatan "Urang Melayu" yang beradat, berucap santun temantun antara kedua belah pihak hingga jabat tangan mereka tersalam erat. Hantaran "jaja' gede" dari pihak calon pengantin perempuan, oleh pihak orangtuanya pihak laki-laki membalasnya dengan memberikan "Balasan" yaitu selembar kain, gandum, gula, telur. Maka atas balasan itu terikatlah kedua pihak keluarga itu untuk menikahkan anak mereka.
Jaja' Gede memaknai bahwa calon pengantin perempuan telah bakal sanggup mendampingi calon pengantin laki-laki dalam hal mengurus suami dan anak keturunan mereka kelak. Sedangkan balasan pemberian calon pengantin pria berupa; kain, gandum, gula, telur, memaknai bahwa calon suami sudah mampu memberi nafkah sandang pangan terhadap isrinya serta anaknya nanti.
Berikutnya, setelah kedua belah pihak menyelasaikan tradisi penerimaan "pengikat kesepahaman" ini maka kedua belah pihak "bepaham" lagi  buat menentukan pelaksanaan ijab kabul dan acara begawai untuk pengantin anak mereka tersebut.
Dari prosesi "Ngantarkan Jaja' Gede" seolah perempuan melamar seorang pria. Padahal sesungguhnya proses melamar sudah terjadi di tradisi "BEPAHAM" dan jawabannya ada pada tradisi "PEMUTUSAN PAHAM". Dari semua prosesi yang arif ini, terdapat pertimbangan atau kematangan pemikiran untuk memutuskan berumah tangga. Berbagai pertimbangan terdalam bakal telah didapatkan dari kedua belah pihak calon pengantin, itu terjadi sebelum prosesi "NGANTARKAN JAJA' GEDE".
Maka "Ngantarkan Jaja' Gede" dengan "balasan kain" hanyalah sebagai penanda atau puncak dari kesepahaman kedua belah pihak (tanda atau simbol pengikat dari kedua pasangan) maka sesungguhnya, dalam Tradisi Pernikahan Adat Belitong, di prosesi tersebut tak dikenal adanya laki-laki yang meminang calon istrinya, atau sebaliknya perempuan yang meminang. Karena tradisi "BEPAHAM" (melamar atau menjodohkan) bisa dilakukan pihak manapun (pihak orangtua pria atau pun pihak perempuan)