Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Travel Writer

Lahir di Aceh, Terinspirasi untuk Menjelajahi Indonesia dan Berbagi Cerita Melalui Karya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mencari Solusi Jitu Judi Online: Pemblokiran Media Sosial X Tak Mempan

23 Juni 2024   07:56 Diperbarui: 24 Juni 2024   07:45 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI Judi Online | SHUTTERSTOCK/WPADINGTON via Kompas.com

Kementerian Kominfo baru-baru ini menarik ulur wacana pemblokiran media sosial X terkait dua isu panas: judi online dan pornografi.

Pemblokiran media sosial yang "mempromosikan" judi online, serta situs judi dan pornografi itu sendiri, bisa menjadi langkah awal. Namun, tindakan ini ibarat memotong cabang pohon; ia akan tumbuh kembali sebab akarnya masih tertancap kuat di tanah subur. 

Para penjudi dan pecandu pornografi akan selalu mencari celah baru dan semakin canggih. Terbukti dengan maraknya cara untuk mengakses konten terlarang tersebut, bahkan setelah berkali-kali pemblokiran.

Mungkin pembahasan pornografi akan saya bahas di lain kesempatan. Kali ini, mari kita fokus pada judi online. 

Di balik maraknya praktik judi daring, kemiskinan dan iming-iming kekayaan instan menjadi akarnya. Masyarakat yang terjerat lilitan ekonomi mudah tergoda dengan janji manis judi online untuk mengubah nasib. 

Janji manis ini ibarat hujan yang menyuburkan tanah, memungkinkan akarnya memproduksi cabang baru.

Biasanya, penjudi pemula diberikan harapan semu dengan kemenangan beberapa kali, sehingga mereka merasa terbantu untuk menyelesaikan masalah dengan cepat. 

Setelah berkali-kali menang, barulah bandar menguras kantong mereka habis-habisan. Sudah banyak contoh kasus seperti ini, salah satunya diceritakan oleh konten kreator sekaligus gamer kenamaan, Brandon Kent, di kanal YouTube Denny Sumargo.

Cepat Kaya Jadi Motivasi Utama Berjudi

Survei QuitGamble.com yang melibatkan 3.320 pecandu judi dari berbagai negara selama periode Juni 2023-Januari 2024 mengungkap temuan menarik tentang motivasi mereka berjudi. 

Mayoritas responden (83%) bermain judi online dan memiliki masalah utang (73%). Motivasi utama berjudi adalah ingin cepat kaya (36%), diikuti dengan mencari hiburan (18%), melupakan masalah (18%), dan mencari uang untuk membayar utang (14%).

Alasan lain yang lebih jarang termasuk kebosanan (7%), kesepian (3%), interaksi sosial (1%), dan alasan lainnya (3%).

Temuan Quit Gamble tentang motivasi berjudi dapat dengan mudah diamati di lapangan. Pengalaman pribadi saya sebagai kernet tukang dan kuli bangunan saat sekolah dulu menunjukkan bahwa beberapa orang kuli berjudi untuk mencari pelarian. 

Mereka merasa lelah karena sering ditindas dalam pekerjaan sebagai kuli. Dengan menjadi kaya melalui judi, mereka berharap akan diperlakukan dengan lebih terhormat.

Hal serupa juga sering terjadi di warung kopi saat ini, di mana para aktivis mahasiswa yang terbiasa hidup miskin tergoda untuk menjadi kaya secara instan melalui perjudian, dengan iming-iming gaya hidup borjuis, atau setidaknya memperbaiki gaya hidup mereka dengan memiliki merek gawai terkini.

Mengapa Penjudi Tetap Bermain Meski Tahu Settingan?

Tidak bisa dimungkiri, perjudian tidak hanya menyasar kelas menengah ke bawah. Motivasi para penjudi pun beragam, bukan hanya semata-mata demi keuntungan.

Mark Griffiths, seorang psikolog dari Nottingham Trent University yang fokus pada perilaku kecanduan, mengungkapkan bahwa penjudi memiliki berbagai motif di balik kebiasaan mereka. 

Berdasarkan survei terhadap 5.500 penjudi, "memenangkan uang dalam jumlah besar" memang menjadi motivasi utama. Namun, "kesenangan" dan "keseruan" menyusul di urutan kedua dan ketiga. 

Perjudian memiliki akar sejarah panjang yang membentang lebih dari 4.000 tahun. Dalam presentasi bertajuk Cultural History of Chinese Gambling di NAGS 27th Annual Conference pada November 2017, disebutkan bahwa judi di Tiongkok telah ada selama lebih dari empat milenium. 

Salah satu permainan judi tertua yang tercatat dalam sejarah adalah Liubo, sebuah permainan kognitif yang menuntut strategi dan manuver khusus untuk meraih kemenangan. 

Pada awalnya, motivasi para pemain Liubo semata-mata adalah untuk mengasah strategi kognitif dan menyelesaikan masalah dengan cara yang cerdas.

Namun, seiring waktu, motivasi para pemain Liubo mengalami pergeseran drastis menuju kemenangan finansial.

Perjudian terorganisir, yang dilisensikan dan diawasi oleh pemerintah untuk menghasilkan pendapatan, dimulai pada abad ke-15 dengan lotere. 

Lotere ini kemudian mewabah dan masuk ke tanah air. Sejak saya kecil, perjudian ini sudah ada di warung-warung kelontong pedesaan, termasuk di desa saya.

Saat itu, warung-warung menjual lotere di mana pembeli harus membeli kupon dengan nomor yang menentukan hadiahnya. Sialnya, nomor untuk hadiah utama sering "diamankan" oleh pemilik warung.

Fenomena ini menunjukkan bahwa judi, bahkan sejak dulu, tak lepas dari praktik manipulasi. 

Pertanyaannya: mengapa penjudi tetap bermain meskipun mereka tahu ada kecurangan?

Mesin judi umum dirancang dengan "logika adaptif", di mana mesin akan "memberikan kembali" lebih banyak kepada pemain dalam periode tertentu sebelum kembali ke sistem normal. 

Bagaimana cara kerja "logika adaptif" ini?

Misalnya, pada mesin Candy Grabber, cakar penjepit diprogram untuk mencengkeram boneka dengan kuat pada waktu-waktu tertentu, dan di waktu lainnya dengan lemah. 

Hal ini membuat para pemain merasa bahwa mereka memiliki peluang untuk memenangkan hadiah, mendorong beberapa penjudi untuk "men-skim mesin," maksudnya, mencoba mencari celah dan mencurangi sistem, meskipun itu hanya ilusi. Mereka berharap untuk mendapatkan jackpot pada "saat yang tepat."

Artinya, judi bukan hanya tentang menang, tetapi juga tentang proses bertaruh yang "menantang" itu sendiri berikut faktor-faktor lain yang membuatnya "menyenangkan."

Perjudian Pernah Legal di Indonesia

Meskipun secara tegas dilarang oleh UU Nomor 7 Tahun 1974, perjudian di Indonesia memiliki sejarah panjang dengan berbagai bentuk, alasan, serta siasat.

Perjudian disiasati dengan undian berhadiah yang diselenggarakan oleh yayasan dan pemerintah daerah. Salah satu contohnya adalah Nasional Lotere (Nalo) di era Gubernur Ali Sadikin. 

Banyak pertentangan dari berbagai pihak, terutama petinggi agama. Bahkan, Bang Ali sampai berkelakar bahwa siapa pun yang menentangnya lebih baik membeli helikopter sebab jalan di Jakarta dibangun dari uang haram.

Dalam sebuah wawancara dengan Tempo, Bang Ali sampai berseloroh, "Demi judi, saya rela masuk neraka," katanya.

Selain Bang Ali, pada masa Orde Baru, perjudian dilegalkan dengan berbagai program seperti Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah (SDSB), Pekan Olahraga dan Ketangkasan (Porkas), hingga Kupon Sumbangan Olahraga Berhadiah (KSOB). 

Legalisasi ini didasarkan pada UU Nomor 2 Tahun 1954 tentang Undian dan Keputusan Mensos Nomor BSS-10-12/85 bertanggal 10 Desember 1985.

Presiden Soeharto bahkan mengirimkan Menteri Sosial untuk melakukan studi banding praktik judi lotere ke Inggris, yang polanya kurang lebih sama dengan Porkas dan SDSB. 

Tantangan Mengatasi Judi di Indonesia 

Perjudian, ibarat benang kusut, sejarahnya berkelindan erat dengan pasang surut regulasi dan berbagai modus operandi.

Judi tidak selalu terpaku pada meja hijau dan kartu remi. Judi dapat bersembunyi dalam berbagai bentuk yang terkadang luput dari perhatian kita.

Contohnya, lomba dengan uang pendaftaran dan hadiah yang diambil dari uang pendaftaran peserta dapat dikategorikan sebagai judi. Banyak organisasi mahasiswa yang menyelenggarakan lomba penulisan artikel dengan pola ini.

Di era digital ini, judi lebih mengerikan sebab menjelma menjadi monster tak kasat mata, bersembunyi di balik layar ponsel dan komputer.

Memblokir situs judi ibarat memotong dahan pohon. Penjudi yang kecanduan, dengan segala kegigihannya, akan selalu mencari cara untuk menembus blokir dan kembali ke 'habitat' mereka.

Solusi untuk memberantas judi perlu menjangkau akar permasalahannya, yaitu kemiskinan dan iming-iming kekayaan instan.

Terakhir, perlu diberikan hukuman berat bagi influencer yang mempromosikannya.

***

Bagaimana menurutmu, apa solusi terbaik untuk mengatasi judi online? Apakah X diblokir Kominfo solutif? Bagikan pendapat kamu di kolom komentar!

Salam, Mahéng - Travel Writer  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun