Kirana Larasati, seorang aktris sekaligus politisi, menulis artikel di Deutsche Welle turut menyampaikan pandangannya tentang isu ini.
Dalam artikel tersebut, ia menggunakan analogi bahwa Indonesia ini seperti sebuah keluarga. Ketika terjadi masalah di dalam keluarga kita, apakah kita harus mencari keluarga baru?
Mau sampai kapan kamu hanya mencari jalan keluar termudah dan meninggalkan keluarga sendiri dalam keadaan terluka?
Apakah kamu yakin di keluarga yang baru tidak akan ada masalah? Tidak akan ada luka?
Begini, mba Kirana, memang benar ketika ada masalah dalam keluarga kita, kita bisa mencoba menyelesaikannya secara kekeluargaan, terutama jika masalahnya kecil seperti miskomunikasi.
Namun, ketika masalah tersebut sudah mencapai tahap kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), penting untuk mempertimbangkan opsi untuk bercerai.Â
Tidak baik membiarkan kekerasan terjadi, karena hal tersebut dapat berdampak negatif pada kondisi psikis dan fisik anggota keluarga.Â
Para diaspora yang enggan kembali dan memilih untuk mendapatkan kewarganegaraan di negara tempat tinggal mereka saat ini juga sudah lelah dengan kekerasan yang terjadi di keluarga (baca; negara) mereka sendiri.
Mereka menghadapi diskriminasi, rasisme, serta kesulitan hanya karena perbedaan pilihan politik, faktor gender, dan memang tidak bisa dinafikan karena ada faktor ekonomi.
Akan tetapi, sekali lagi, jika hanya karena faktor ekonomi, rasanya kurang tepat, karena high income is often accompanied by high living expenses.Â
Ketika kita sudah tidak bisa hidup di lingkungan yang toxic, kita memilih untuk pindah ke lingkungan yang sehat, agar kita tetap waras.Â