Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Travel Writer

Lahir di Aceh, Terinspirasi untuk Menjelajahi Indonesia dan Berbagi Cerita Melalui Karya

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Menyingkap Kompleksitas Keputusan Pindah Kewarganegaraan: Politik, Rasisme, Gender, dan Ekonomi

17 Juli 2023   16:52 Diperbarui: 18 Juli 2023   19:49 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lantas, mengapa kaget saat 3.192 WNI pindah ke Singapura? Dirjen Imigrasi Kemenkumham ungkap data. (Foto: KOMPAS.com/ERICSSEN)

Supriadi menambahkan bahwa diskriminasi yang dia temui umumnya banyak terjadi di daerah, terutama di luar pulau Jawa. Hal ini mengakibatkan banyak masyarakat yang tidak tinggal di pulau Jawa memilih untuk mengganti kewarganegaraan.

Supri juga menyatakan, "Jujur, saya ditawari untuk mengambil kewarganegaraan Amerika Serikat (USA), namun saya masih mempertimbangkan hal tersebut. Meskipun saya sering mengalami rasisme di negara sendiri, seperti perlakuan 'ahh dasar cina'."

Tidak sedikit juga yang memutuskan untuk berpindah kewarganegaraan karena mereka merasa bahwa karyanya tidak dihargai di Indonesia. Oleh karena itu, tuduhan bahwa banyak orang Indonesia yang berbakat memilih untuk pergi ke luar negeri adalah benar.

Tidak usah jauh-jauh, banyak sekali penemuan oleh anak bangsa yang tidak dihargai di sini, mulai dari kompor ramah lingkungan milik Muhammad Nurhada, bahan anti api dan panas dari singkong milik Randall Hartolaksono, hingga teknologi broadband yang menjadi cikal bakal lahirnya mobile 4G LTE milik Dr. Khoirul Anwar.

Kita hanya bisa "mengklaim" bahwa mereka adalah orang Indonesia, namun tidak pernah menghargai dan mengapresiasi mereka. Karena terlalu sibuk dengan perdebatan kusir seperti adu argumen rumput JIS yang tidak standar.

Lantas, ketika Dirjen Imigrasi Kemenkumham mengungkap bahwa ada 3.192 WNI dalam rentan waktu 2019-2022 yang pindah kewarganegaraan ke Singapura, mengapa kita harus kaget? 

Bukankah hal ini sudah bisa diprediksi sebelumnya?

Banyak aturan njlimet dan membingungkan yang membuat orang-orang berbakat enggan pulang, jauh sebelum isu banyaknya dokter diaspora yang tidak dapat pulang karena "penyetaraan kurikulum" dan surat izin praktek rumit dengan biaya mahal.

Kalau kita ingin membuka sejarah, kita dapat mundur lebih jauh ke belakang untuk merenung. Ada 134 eksil korban peristiwa 1965 di luar negeri yang tidak dapat pulang. 

Orang-orang hebat ini dicap sebagai "pengkhianat negara" hanya karena perbedaan pilihan politik pada saat itu. 

Jadi sungguh naif jika kita mengatakan bahwa mereka yang berpindah warga negara hanya karena uang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun