Praktik ini sangat mirip dengan kerja imunisasi. Dalam imunisasi, tubuh kita dimasukkan kuman yang sudah dilemahkan sehingga sistem kekebalan tubuh kita bisa mempersiapkan diri melawan kuman yang sesungguhnya jika datang.
Dengan mempertimbangkan kemungkinan buruk yang mungkin terjadi, kita sedang mempersiapkan kekebalan mental untuk menghadapinya jika memang terjadi.
Mungkin ilustrasi yang lebih cocok adalah di masa perdamaian, para tentara berlatih melakukan manuver, menggali tanah, dan melelahkan diri dengan kerja keras, meskipun tidak ada musuh yang nyata. Hal ini dilakukan agar mereka siap ketika perang benar-benar terjadi.
Dalam filsafat Stoisisme, terdapat formula yang menarik yang dikenal sebagai amor fati, yang berarti "cinta terhadap takdir" atau "mencintai nasib." Konsep ini mengajarkan kita untuk menerima dengan tulus apa pun yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, baik itu nasib baik maupun nasib buruk, karena kita menyadari bahwa hal tersebut berada di luar kendali kita (page 122).
Dalam perspektif filsuf Stoa, nasib baik seperti harta benda atau keberuntungan dianggap sebagai "pinjaman" atau "penggunaan sementara". Oleh karena itu, kita harus siap secara mental dan emosional ketika segala harta benda yang kita miliki diminta kembali oleh Dewi Fortuna.
Salah satu hal yang benar-benar meningkatkan wawasan saya tentang filsafat Stoa adalah pandangan mereka bahwa orang jahat sebenarnya patut dikasihani. Menurut Stoisisme, perbuatan jahat lahir dari ketidaktahuan (ignorance) bukan niat jahat yang disengaja (page 146).
"Sama seperti kita merasa iba kepada mereka yang pincang, kita juga harus merasa iba kepada mereka yang nalarnya buta dan pincang," kata Epictetus.
Stoisisme adalah sebuah filosofi praktis yang mengedepankan manajemen emosi melalui kendali nalar, persepsi, dan pertimbangan (page 205). Oleh karena itu, ia bukanlah filosofi yang hanya relevan bagi orang dewasa, melainkan prinsip-prinsipnya dapat diterapkan sejak dini.
Filosofi ini juga mengajarkan konsep warga dunia (citizen of the world) atau kosmopolitan. Istilah "kosmopolitan" berasal dari kata Yunani "kosmopolites," yang secara harfiah berarti "warga dunia" (page 222).
Dalam filosofi ini, kematian tidaklah harus ditangisi atau ditakuti, karena dianggap sebagai bagian yang alami dan seharusnya selaras dengan Alam. Dalam pandangan ini, hidup bukanlah hanya tentang lamanya waktu (panjang umur), tetapi lebih tentang kualitasnya (page 240). Dalam bahasa kita mungkin, hidup adalah jihad.
Seperti yang diungkapkan oleh Teuku Umar, "Hidup ini sederhana. Kalau besok mati berarti aku syahid, kalau besok pagi hidup aku akan minum kopi".