Sulit untuk diakui bahwa ada kasus di mana individu mengeksploitasi sentimen keagamaan dan terlibat dalam praktik tidak etis "jual-beli ayat" demi keuntungan perut mereka sendiri.
Mungkin inilah yang dimaksudkan oleh Riki; dalam bahasa gampangnya, kita bisa mengatakan, "Cukup hewan yang boleh diqurbankan, bangsa ini jangan!"
Sebanyak tiga belas ekor sapi dan sepuluh ekor kambing dijadikan hewan qurban di Masjid Nurul Islam di Kadirojo. Sekitar pukul delapan pagi, sapi dan kambing-kambing tersebut disembelih, diiringin hujan gerimis.
para warga dengan antusias menyaksikan hewan-hewan itu disembelih satu per satu, terutama anak-anak. Momen tahunan ini memang layak untuk dirayakan.
Bagi para perantau seperti diri saya, ini adalah momen untuk menjalin ikatan dengan masyarakat lokal, yang jarang terjadi saat tinggal di kota-kota besar seperti Yogyakarta.
Budaya gotong royong, yang merupakan pondasi bangsa kita, bahkan menjadi apa yang Sukarno sebut sebagai weltanschauung, atau pandangan dunia, yang terwujud dalam prinsip dasar negara Indonesia, Pancasila.
Nilai budaya ini menekankan persatuan, solidaritas, dan tanggung jawab kolektif.
Ini sejalan dengan apa yang dimaksudkan oleh Riki dengan saleh sosial dalam khotbahnya tadi pagi. Qurban, bukan hanya tentang menyembelih hewan.
Ini adalah momen di mana orang kaya dan yang tak berpunya saling bersatu. Ilustrasi sederhana, mungkin daging atau steak bukan barang mewah bagi orang berpunya. Bagi yang tak berpunya, bisa mengonsumsi daging sekali setahun adalah berkah luar biasa.