Sepak bola, dewasa ini lebih dari sekadar olahraga yang mempertemukan ketangkasan dan strategi untuk memenangkan sebuah pertandingan.Â
Di dunia modern seperti sekarang, tempat ibadah kian sepi dan telah digantikan oleh stadion yang dipenuhi ribuan penggemar yang bersorak-sorai. Sebuah pertanyaan kemudian muncul: apakah sepak bola telah menggantikan agama sebagai wadah penghormatan dan kehidupan spiritual? Â
Di Inggris misalnya, Â hanya 13% jama'at yang menghadiri gereja sejak tahun 1992. Gereja yang dulu menjadi pusat spiritualitas kini harus berbagi sorotan dengan industri sepak bola yang semakin mendominasi perhatian publik.Â
Dalam jurnal berjudul Religiusitas Sepak Bola dalam Rezim Media: Perspektif Fans Sepak Bola Indonesia, Iswandi Syahputra bahkan menganalogikan Piala Dunia sebagai sebuah perayaan atau ritual akbar yang menyerupai ibadah haji.Â
Ia berpendapat bahwa Piala Dunia mampu mempertemukan keyakinan bersama dalam berbagai perbedaan yang ada.Â
Lebih lanjut, penelitian Iswandi mengungkapkan bahwa dalam sepak bola Eropa, lapangan rumput hijau di stadion dianggap sebagai wilayah yang paling sakral. Sejumlah klub besar bahkan melarang pengunjung untuk menyentuh rumput lapangan tersebut.Â
Sebagai contoh, di Camp Nou, markas klub Barcelona FC, rumput lapangan diawetkan dan dijual kepada para penggemar yang ingin memegangnya. Demikian pula, ruang ganti pemain di stadion seperti Santiago Bernabeu, markas klub Real Madrid, dan Arena Stadium, markas klub Juventus, dianggap sebagai tempat sakral yang tidak boleh dimasuki atau disentuh oleh pengunjung.
Tidak hanya itu, beberapa benda seperti piala, jersey, sepatu pemain, bendera, dan dokumen bersejarah juga dianggap sebagai benda-benda sakral yang tidak boleh disentuh.Â
Selain benda-benda sakral yang telah disebutkan sebelumnya, fanatisme pendukung juga menjadi bukti sosiologis bahwa sepak bola seringkali dikaitkan dengan agama.Â
Meskipun sebagian penggemar sepak bola mungkin berasal dari latar belakang agama tertentu, fanatisme yang tinggi dalam sepak bola dapat menciptakan identitas yang mirip dengan agama.
Contoh yang dikemukakan oleh Franklin Foer dalam bukunya Memahami Dunia Lewat Sepak Bola adalah di Skotlandia, di mana pendukung sepak bola terbentuk berdasarkan agama warga negaranya.
Rivalitas antara pendukung kesebelasan Glasgow Rangers yang mewakili agama Protestan dengan pendukung kesebelasan Celtic yang mewakili agama Katolik menjadi contoh yang mencolok.Â
Tingginya tingkat fanatisme di antara para pendukung Rangers dan Celtic tidak hanya terjadi di dalam lapangan, tetapi juga meluas di luar lapangan.Â
Euforia menyambut laga uji coba antara Timnas Indonesia dan Argentina di Stadion Gelora Bung Karno pada tanggal 19 Juni 2023 merupakan bukti nyata betapa sepak bola memiliki pengaruh yang mendalam dalam masyarakat. Â
Argentina sendiri dikenal sebagai negara di mana sepak bola benar-benar menjadi agama.Â
Hal ini dapat dilihat dari bagaimana para penggemar sepak bola di sana menjadikan Diego Armando Maradona, bintang sepak bola legendaris Argentina, sebagai simbol yang agung.Â
Dalam buku  Sepak Bola Seribu Tafsir, Eddward S. Kennedy menjelaskan bahwa di Argentina, sekelompok orang bahkan mendirikan Gereja Maradoniana, yang dikenal sebagai Iglesia Maradoniana.
Mereka menahbiskan diri mereka sebagai umat Maradona dan mengkultuskan serta memuja sosok Maradona.Â
Puncak fanatisme dalam pengkultusan Maradona ini tidak terjadi tanpa alasan yang kuat. Momen yang menjadi tonggak penting dalam proses pengkultusan tersebut adalah gol kontroversial yang dipersembahkan oleh Maradona pada pertandingan perempat final Piala Dunia di Meksiko pada Minggu, 22 Juni 1986, ketika Argentina melawan Inggris.Â
Gol tersebut kemudian dikenal sebagai "gol tangan Tuhan," dan menjadi momen ikonik yang memberikan kontribusi besar dalam pengkultusan Maradona.
Pertandingan tersebut juga menjadi momen bersejarah di mana Argentina, yang dikenal dengan julukan Albiceleste, berhasil mengangkat trofi Piala Dunia untuk terakhir kalinya.Â
Setelah penantian 36 tahun tanpa meraih gelar Piala Dunia, akhirnya Albiceleste berhasil memenangkan Piala Dunia 2022 setelah mengalahkan Prancis dalam pertandingan sengit di Lusail Iconic Stadium pada Minggu 18 Desember. Â
Dalam pertandingan yang berlangsung selama 120 menit dan berakhir dengan skor imbang 3-3, Tim Tango akhirnya keluar sebagai pemenang setelah memenangkan adu penalti dengan skor 4-2.Â
Kemenangan ini menjadi gelar ketiga bagi Argentina sepanjang sejarah Piala Dunia. Sebelumnya, mereka telah meraih gelar pada tahun 1978 dan 1986 bersama legenda sepak bola Diego Maradona.Â
Sosok yang benar-benar berperan penting menggantikan Diego Maradona dalam kemenangan Tim Tango adalah Lionel Messi, penyerang sekaligus kapten Timnas Argentina. Ia terpilih sebagai pemain terbaik di Piala Dunia 2022, sebuah penghargaan yang mengakui kontribusinya yang luar biasa dalam turnamen tersebut.Â
Pada partai final, Messi mencetak dua gol yang tidak hanya memastikan kemenangan Argentina, tetapi juga membuatnya mencatat sejarah baru.Â
Bagi Messi, Piala Dunia adalah satu-satunya trofi yang belum pernah ia raih sepanjang karirnya. Setelah bertahun-tahun mengejar mimpinya, di usia 35 tahun, ia akhirnya berhasil meraih trofi yang selama ini ia idamkan.Â
Pencapaian tersebut juga diakui dengan pemberian Golden Ball, penghargaan bergengsi sebagai pemain terbaik turnamen ini.
Di Argentina sendiri, keberadaan Diego Maradona dianggap sebagai Tuhan dalam dunia sepak bola, sementara Lionel Messi dianggap sebagai nabinya. Â
Pepatah bijak terkenal di Argentina, "en Argentina, se come, vive, y respira el futbol" (di Argentina, seseorang makan, hidup, dan bernapas untuk sepak bola), mencerminkan sejauh mana sepak bola telah menyatu dengan budaya masyarakat Argentina.Â
Kedudukan Diego Maradona dan Lionel Messi memang tidak hanya memiliki tempat istimewa di hati penggemar sepak bola Argentina, tetapi juga di masyarakat Indonesia. Ketidakhadiran Messi dalam pertandingan malam ini telah menimbulkan kesedihan yang dramatis.Â
Ketidakhadiran Lionel Messi  ke Indonesia telah membuat para penggemar sepak bola Tanah Air merasa hancur. Banyak netizen yang telah membeli tiket pertandingan mulai menjual tiket tersebut kembali.
Argentina dipastikan akan bermain tanpa tiga pemain berpengalaman, yaitu Lionel Messi, Nicolas Otamendi, dan Angel Di Maria, dalam pertandingan melawan timnas Indonesia. Keputusan ini diambil oleh pelatih Argentina, Lionel Scaloni, yang ingin memberikan waktu berlibur kepada tiga pemain senior tersebut.
Pengaruh Lionel Messi telah mencapai tingkat yang tak terbayangkan. Seperti seorang nabi, absennya Messi bahkan dapat menggetarkan jagat media sosial tanah air beberapa pekan terakhir.Â
Saya yakin, kegiatan keagamaan di Masjid Istiqlal atau Gereja Katedral, yang hanya berjarak 10 kilometer dari Stadion Gelora Bung Karno, tidak akan seriuh ketidakhadiran Lionel Messi.
Seringkali, ketika tokoh agama dihina, reaksi kita biasa saja. Namun, menariknya, ketika tokoh idola seperti Lionel Messi dihina, reaksinya bisa menyala-nyala. Â Mengapa begitu?Â
***
Jika Anda telah sampai di sini, terima kasih telah membaca. Jangan ragu untuk meninggalkan kritik dan saran di kolom komentar agar saya dapat menulis dengan lebih baik lagi. [Mhg].
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H