Semakin kecil keragaman genetik makin tinggi peluang terjadinya perkawinan antar sesama individu yang mempunyai hubungan keluarga dekat/silang dalam (inbreeding). Keragaman genetik yang rendah biasanya berhubungan dengan ketidaknormalan secara fisiologi dan fisik, misalnya terjadinya cacat sperma dan fenomena albino.
Berikutnya daya dukung habitat. Idealnya dipelajari berapa sebenarnya daya dukung habitat yang masih bisa menampung Jalak Bali di alam. Taman Nasional Bali Barat dikelilingi oleh pemukiman dan juga hutan produksi. Satu bentang alam.
Pengelolaan Kawasan konservasi taman nasional dan hutan produksi haruslah berbasis bentang alam dan dipandang sebagai satu kesatuan ekosistem. Ekosistem hutan produksi yang rusak saat ini secara nyata akan berdampak terhadap populasi Jalak Bali ini.
Saat ini daerah jelajah Jalak Bali sudah ada yang sangat jauh dari taman nasional. Apakah ini berarti daya dukung habitat terutama pakan di taman nasional dan di hutan produksi sudah tidak mencukupi?
Apabila diihat secara aturan semua unit penangkar berizin, wajib mengembalikan 10% satwa hasil penangkaran ke pemerintah. Bagaimana dengan Taman Nasional Bali Barat, apakah sudah siap menerima limpahan burung hasil penyerahan penangkar? Perlu studi untuk menghitung daya dukung habitat taman nasional untuk burung Jalak Bali itu.
Kalaupun kemudian Jalak Bali berkembang ke luar taman nasional tentu juga tidak akan menjadi masalah. Sepanjang masyarakat dengan kesadaran tinggi membiarkan dan bahkan melindungi burung itu.
Saat ini pun di berbagai tempat di Bali telah dilakukan pelepasliaran burung Jalak Bali. Antara lain di Pulau Nusa Penida, di Desa Lebih dan Serongga Gianyar, di Desa Sibang Badung, di Kecamatan Payangan Gianyar. Dan burung-burung ini kesemuanya dilepas dari hasil penangkaran.
Secara aturan pun menyebutkan bahwa satwa dilindungi hasil penangkaran (F2) dan seterusnya dinyatakan sebagai individu yang tidak dilindungi. Jadi sah-sah saja kalau ada lembaga atau perorangan ingin melepas burung ini.Â
Dimanapun di Bali seyogyanya diperbolehkan sepanjang habitat pelepasliaran dan masyarakat mendukung. Dilihat dari sisi sejarahpun sebenarnya sebagian besar wilayah Bali adalah daerah persebaran alami Jalak Bali ini. Tapi idealnya tetap harus mendapat rekomendasi dari Balai KSDA setempat.
Satu benang merah yang dapat disampaikan : program konservasi spesies yang dilindungi di habitat alami (in situ) tidak bisa dilepaskan dari program konservasi spesies di luar habitat (ex situ). Program konservasi spesies secara ex situ melalui program penangkaran, Lembaga Konservasi dalam bentuk kebun binatang, taman safari dll pada akhirnya hasilnya digunakan untuk mendukung program konservasi di habitat alaminya.
Beberapa satwa dilindungi yang saat ini sudah bisa dikembangbiakan secara ex situ antara lain: Burung Paruh Bengkok (jenis Kakatua), Burung Cendrawasih, Burung Merak, Rusa, Kijang, Gajah Sumatra, Harimau Sumatra, Badak Sumatra, Buaya Muara, Orang Utan, dan lain-lain. Kadang memang masyarakat terlanjur apriori dan memandang sinis, nyinyir, bahwa program konservasi ek situ itu dianggap eksploitasi satwa. Sebagian mempertanyakan, kenapa tidak dilepaskan ke alam satwa-satwa tersebut semuanya.