Akan terjadi interaksi saling mengenal budaya dan kebiasaan yang berbeda. Dan ini akan menciptakan keberagaman yang nyata, yang ditemui dalam keseharian. Misalnya, Pejuang Literasi yang berasal dari Kebumen, Jawa Tengah, ditempatkan di satu kecamatan di Kalimantan Barat.Â
Masyarakat di kecamatan itu akan tahu bahwa masyarakat Jawa itu beragam, dan keberagaman itu bisa dilihat dari logat, tata cara keseharian, dan kebudayaan sehari-harinya. Pun Pejuang Literasi dari Kebumen itu bisa mengetahui kebudayaan saudara sebangsanya dari Kalimantan.
Siapakah pengelolanya? Dalam bayangan saya, ini semacam konsorsium yang terdiri dari DPR dan Kementerian. Seperti Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Namanya bisa Lembaga Pengelola Pejuang Literasi (LPPL). Pun dalam pengelolaan dananya. Jika dana LPDP makin tahun makin besar, dana LPLL juga akan makin besar. Dan, penerima manfaatnya akan semakin banyak.Â
Sebelum melihat praktik baik di luar, Library of Congress, ada baiknya kita melihat yang sudah dan terbukti bermanfaat di sekitar kita. Sekolah Guru Indonesia, Indonesia Mengajar, atau LPDP adalah praktik baik yang patut disebarkan dan terus dijaga keberlangsungannya.Â
Jika tantangan ini disambut oleh DPR, saya yakin masuklah ini barang. Semua ini memberi atmosfir literasi yang lebih baik bagi saudara-saudara kita di seantero Indonesia. Adik-adik dan saudara-saudara kita di daerah-daerah itu akan mendapatkan bahan bacaan bagus dan bermutu. Dengan kondisi saat ini yang minim perpustakaan, kita sudah mendapatkan banyak kejutan dari adik-adik kita di berbagai daerah.Â
Dua siswa SMA di Jayapura, misalnya, berhasil membuat penelitiannya akan terbang NASA pada November 2016. Dengan perpustakaan di kecamatan, saya yakin dalam 10 tahun ke depan akan muncul banyak kejutan yang lebih dahsyat. Jadi, kegiatan-kegiatan apresiasi terhadap para penulis, peneliti, dan akademik itu bisa dilakukan di daerah-daerah.Â
Jika perpustakaan umum DPR hendak memberikan penghargaan semacam anugerah nobel, maka perpustakaan umum kecamatan ini justru malah mengadakannya di setiap kecamatan. Dengan begini, Indonesia akan semakin semarak.
Ini, saya kira, lebih penting dan prioritas ketimbang hanya ingin membuat banyak orang terpesona atas kemegahan sebuah bangunan dan koleksi bahan bacaannya. Namun, ketika melihat ke dalam, yang ada malah sepi. Seperti nasib Perpustakaan Umum DPR yang sekarang. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H